Kekerasan Pada Ulama, MUI Nilai Respons Pemerintah Kurang Memuaskan - Telusur

Kekerasan Pada Ulama, MUI Nilai Respons Pemerintah Kurang Memuaskan

Diskusi Kekerasan terhadap Pemuka Agama Terus Berulang, Dimanakah Negara? di Jakarta, Rabu (29/9/2021).

telusur.co.id - Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhyiddin Junaidi mengatakan, respons pemerintah terhadap maraknya kekerasan dan pembunuhan terhadap ulama masih kurang memuaskan. 

"Hampir semua pelaku kekerasan terhadap ulama dinyatakan orang dalam gangguan jiwa (ODGJ) dan berhenti hanya sampai pada tahap pemeriksaan polisi, jarang yang sampai ke pengadilan," kaya Muhyiddin di acara bertajuk 'Kekerasan terhadap Pemuka Agama Terus Berulang, Dimanakah Negara? di Jakarta, Rabu (29/9/2021). 

Kondisi seperti inilah yang membuat ketidakpuasan masyarakat, sehingga penafsiran masyarakat beragam, termasuk dikait-kaitkan dengan PKI. 

"Apalagi kekerasan yang menimpa ulama itu terjadi di bulan September yang secara historis memang memiliki keterkaitan antara tragedi para ulama yang diakibatkan oleh kekejaman PKI," tuturnya. 

Kriminolog dan Ahli Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel mengatakan tidak semua ODGJ tidak bisa dipidanakan. 

Mengacu pada Pasal 44 ayat 2 KUHP, ODGJ sebenarnya bisa juga diproses hingga pengadilan. 

"Nanti bisa saja hakim memutuskan bahwa ODGJ ini harus disembuhkan alias di bawa ke Rumah Sakit Jiwa. Jadi tidak hanya berhenti prosesnya di kepolisian," kata Reza. 

Menurut Reza, selama Pasal 44 ayat 2 tersebut tidak direalisasikan. 

"Jadi kita tidak bisa menyalahkan masyarakat bila muncul sikap skeptis dan keresahan di mereka," katanya. 

Kabagpenum Div Humas Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan menjelaskan, selama ini kejadian kekerasan yang menimpa para ulama belum terlihat adanya skenario yang mengarah kepada kekerasan ke pemuka agama. 

"Berdasarkan hasil pemeriksaan dengan fakta-fakta yang ada, tidak ada keterkaitan antara satu kejadian dengan kejadian serupa yang lain," kata Ramadhan. 

Polri sebagai penegak hukum, lanjut Ramadhan, selalu profesional dalam setiap penanganan kasus, yakni sesuai fakta-fakta yang akurat dan valid. 

"Kami berharap, masyarakat untuk tidak mengaitkan kepada sesuatu yang tidak berdasarkan fakta," katanya. 

"Soal perasaan, tentu sama, karena mayoritas polisi juga muslim. Tapi hukum memerlukan pembuktian, bukan dengan perasaan," pungkasnya. [ham]


Tinggalkan Komentar