Oleh: Agus Jabo Priyono*
MINYAK GORENG, salah satu komoditas yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat Indonesia, sudah beberapa bulan ini mengalami kelangkaan dan harganya meningkat tajam.
Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan beberapa kali sudah melakukan upaya untuk mengatasi problem tersebut, diantaranya memberikan subsidi, melakukan operasi pasar dan memberlakukan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) untuk kelapa sawit yang menjadi bahan mentah minyak goreng. Namun, hingga saat ini beberapa kebijakan itu belum memberikan dampak signifikan dalam mengatasi persoalan langka dan mahalnya minyak goreng di tanah air.
Belakangan ini, Tim Satuan Tugas Pangan Provinsi Sumatera Utara menemukan adanya pengusaha yang menimbun minyak goreng dalam kemasan mencapai 1,1 juta kilogram. Padahal, di beberapa tempat, termasuk Sumatera Utara, masyarakat masih kesulitan mendapatkan komoditas itu. Mereka harus antre panjang untuk mendapatkan satu hingga dua liter minyak goreng.
Upaya penimbunan minyak goreng di tengah terjadinya kelangkaan dan gejolak harga adalah pelanggaran terhadap Undang - Undang. Dalam pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan telah menetapkan bahwa pelaku usaha dilarang menyimpan barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadinya kelangkaan barang, gejolak harga dan/atau hambatan lalu lintas perdagangan. Sanksinya tegas, kurungan penjara paling lama lima tahun, denda paling banyak 50 miliar rupiah, penghentian kegiatan distribusi dan pencabutan izin.
Menurut saya, Presiden Joko Widodo harus terjun langsung mengatasi polemik minyak goreng yang telah terjadi selama berbulan-bulan ini. Jajarannya, dalam hal ini Menteri Perdagangan, sudah terbukti tidak mampu mengendalikan kelangkaan barang dan gejolak harga.
Presiden sendiri saat awal-awal kepemimpinannya tahun 2015 lalu sudah menyatakan dengan tegas akan menindak siapa saja yang bermain dengan harga kebutuhan pokok. “Siapa pun yang main-main dengan harga kebutuhan pokok akan saya kejar,” ungkap dia saat menyikapi kecenderungan kenaikan harga beberapa kebutuhan pokok menjelang lebaran tahun itu.
Sudah mendesak Pemerintahan Jokowi harus menata ulang industri nasional, khususnya yang bergerak di sektor penyediaan kebutuhan pokok masyarakat. Negara bersama rakyat, harus menjadi aktor utama di segala aspek yang menyangkut kebutuhan pokok seperti pendidikan, kesehatan, ketersediaan kebutuhan pokok lainnya. Dalam hal produksi dan distribusi kebutuhan pokok, tidak boleh diserahkan sepenuhnya kepada swasta. Negara dengan BUMN bersama usaha-usaha rakyat, baik itu koperasi maupun UMKM harus ikut terlibat dalam produksi dan distribusi, agar kebutuhan pokok masyarakat bisa dikendalikan oleh negara.
Ini sungguh ironis, bangsa kita memiliki perkebunan dan produksi kelapa sawit terbesar di dunia, tapi komoditas minyak goreng yang menjadi salah satu turunannya, kini harganya mahal dan ketersediaannya langka di pasaran. Ibarat ayam mati di lumbung padi. Minyak goreng mahal dan langka di tengah rimbunnya perkebunan kelapa sawit.
Menangkan Pancasila!
*) Penulis adalah Ketua Umum Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA)