telusur.co.id - Pemberian gelar kehormatan kepada Letjend (Purn) Bustanil Arifin sebagai Bapak Peternak Sapi Perah Rakyat dan Koperasi Susu nasional oleh Dewan Persusuan Nasional (DPN), menjadi penanda bahwa kebijakan yang dicetuskan selama menjabat sebagai Menteri Koperasi periode 1978-1992 menjadi momentum kebangkitan peternakan sapi perah rakyat dan koperasi susu nasional.
Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) Ahmad Zabadi menyatakan, gelar kehormatan kepada Bustanil Arifin sangat layak diberikan karena kebijakan yang ditetapkan selama menjabat sebagai Menteri Koperasi masih dapat dirasakan manfaatnya hingga saat ini. Menurutnya kontribusi dan dedikasi dalam membangun dan memperkuat usaha peternakan sapi perah rakyat di Indonesia hingga pengembangan koperasi susu mendorong kejayaan para peternak rakyat saat itu.
"Kontribusi beliau untuk memajukan sektor ini menunjukkan visi jauh ke depan serta kesadaran akan pentingnya pembangunan ekonomi yang inklusif, di mana setiap pelaku usaha, termasuk peternak kecil, mendapatkan manfaat yang nyata," kata Deputi Ahmad Zabadi dalam sambutannya pada acara pemberian gelar kehormatan sebagai Bapak Peternak Sapi Perah Rakyat dan Koperasi Susu kepada Letjend TNI (Purn) Bustanil Arifin di Jakarta, Kamis (10/10/24).
Penghargaan atas dedikasi Letjend TNI (Purn) Bustanil Arifin diberikan oleh Dewan Persusuan Nasional (DPN) karena dinilai berperan sangat signifikan dalam memperkenalkan dan mengimplementasikan model usaha koperasi yang berkelanjutan khususnya di sektor peternakan sapi perah. Model koperasi yang digagasnya memungkinkan peternak kecil saat itu memiliki posisi tawar yang tinggi.
"Pak Teten Masduki, Menteri Koperasi dan UKM, memberikan apresiasi yang tinggi dan setuju atas pemberian gelar tersebut dari DPN yang meneguhkan peran Pak Bustanil dalam pengembangan sapi perah rakyat dan koperasi susu di Indonesia," ujar Deputi Ahmad Zabadi.
Zabadi tidak memungkiri bahwa kondisi peternakan sapi rakyat saat ini mengalami penurunan yang sangat tajam baik dari sisi produktivitas maupun dari sisi ekosistem pengembangan peternakan. Saat ini kebutuhan susu murni nasional 80 persen lebih harus dipenuhi dari impor karena produksi dalam negeri yang anjlok drastis.
Ambruknya ekosistem persusuan nasional tidak lepas dari penyakit mulut dan kuku (PMK) yang melanda peternakan di Indonesia beberapa tahun lalu. Kerugian ekonomi dari adanya PMK yaitu turunnya produksi susu hingga 25 persen per tahun. Kemudian produktivitas sapi potong juga turun 10-20 persen dan penurunan fertilitas sapi hingga 10 persen.
"Pandemi PMK ini berpengaruh besar pada peternakan sapi dan kerbau di Indonesia terutama bagi koperasi di Indonesia, terjadi penurunan tajam dari produksi susu kita yang akhirnya menggerus peran petani dari sapi rakyat," kata Ahmad Zabadi.
Demi memulihkan keadaan dan mendorong peningkatan produktivitas dan kualitas peternakan di Indonesia, Ahmad Zabadi berharap adanya inovasi dan modernisasi dalam peternakan susu melalui ekosistem yang terintegrasi. Modernisasi ini mencakup penggunaan teknologi digital untuk pengelolaan ternak, inovasi dalam pakan ternak, serta penggunaan sistem distribusi yang lebih efisien dan terintegrasi.
"Isu soal pakan, silase, dan ketersediaan lahan menjadi tantangan kita ke depan dalam mendorong peningkatan produktivitas peternakan sapi perah. Sebab saat ini ekosistem peternakan kita belum terintegrasi sehingga menjadikan beban biaya logistik sangat tinggi," kata Ahmad Zabadi.
Di tempat yang sama Ketua Umum Dewan Persusuan Nasional Teguh Boediyana mengatakan, gagasan politis yang pernah dituangkan dalam kebijakan di era Menteri Koperasi Bustanil Arifin semestinya dapat kembali dibangkitkan. Hal ini penting dilakukan pengembangan peternakan sapi perah rakyat dan koperasi susu nasional ada jaminan regulasi dan keberpihakan.
"Ke depan kami harap ada perubahan dan perhatian dari pemerintah agar kejayaan peternakan sapi perah bisa kembali terwujud. Kami dari dulu selalu menyampaikan bahwa peternakan sapi perah rakyat ini harus dibangun kembali karena ketergantungan kita kepada impor (susu) sangat merugikan (peternak)," kata Teguh.
Dikatakan Teguh, posisi peternakan sapi rakyat saat ini tidak memiliki daya tawar yang tinggi karena ketiadaan regulasi atau payung hukum yang diberikan pemerintah. Untuk itu dia berharap di pemerintahan era Prabowo Subianto nantinya ada keberpihakan berupa terbitnya regulasi khusus untuk perlindungan peternak sapi perah rakyat.
"Sejak dulu pemerintah selalu menjembatani jika ada persoalan di kalangan industri pengelola susu. Pemerintah, kami harapkan selalu bisa menjadi mediator, sehingga tidak terjadi friksi-friksi dalam industri ini," kata Teguh.
Teguh mengatakan, pihaknya pernah mengusulkan perlunya dibentuk Badan Persusuan Nasional demi memastikan keberlangsungan peternakan sapi perah dan pasokan susu nasional. Sayangnya usulan yang dilengkapi dengan berbagai rencana cetak biru tidak disetujui pemerintah.
"Kami berharap nanti ada regulasi yang memayungi. Syukur-syukur bisa ada upaya untuk membuat dalam bentuk Undang-Undang secara khusus," kata Teguh. [Fhr]