telusur.co.id - Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri, Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU), Kementerian Agama (Kemenag), Muhammad Zain mengatakan, pemerintah Indonesia telah meminta Kerajaan Arab Saudi agar tidak membatasi jumlah kuota jamaah haji lansia.
Permintaan itu menyusul munculnya wacana Arab Saudi membatasi jumlah jamaah haji berumur 90 tahun ke atas karena faktor kesehatan. “Jadi yang diprioritaskan sebaiknya kesehatan dan kemampuan fisik, bukan umur saja,” ucap Zain saat berbincang dengan Eddy Wijaya dalam podcast EdShareOn, yang tayang pada Jumat, 7 Januari 2025.
Zain mengatakan bahwa Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar juga menyampaikan permintaan tersebut saat bertemu Menteri Kesehatan Arab Saudi, Fahad Abdurrahman Al-Jalajel, di rumah dinas Duta Besar Arab Saudi, Jakarta, pada 24 Februari lalu.
Kata dia, Menag mengatakan Kerajaan Arab Saudi sebaiknya mengutamakan Istitha’ah yang bermakna kemampuan jamaah haji dari aspek kesehatan fisik dan mental yang terukur. “Jadi Prof Nasar dalam diskusi itu (menyampaikan) Istitha’ah yaitu kesehatan dan kemampuan fisik, jadi bukan umur,” ucapnya.
Wacana pembatasan jamaah haji berdasarkan umur itu muncul dalam rapat kerja Komisi VIII DPR dengan Kemenag RI di Senayan, Jakarta, Jumat, 3 Januari 2025. Kendati belum ada penyampaian secara resmi dari Kerajaan Arab Saudi, Pemerintah Indonesia telah menerima informasi tersebut.
Menurut Zain, usia tidak menentukan kesehatan seseorang. Berdasarkan data Kemenag, jumlah jamaah haji yang wafat pada 2024 mencapai 469 orang. Jumlah tersebut kebanyakan berada pada tiga golongan usia, yakni usia 51-60 tahun sebanyak 71 orang, usia 61-70 tahun sebanyak 157 orang, serta usia 71–80 tahun sebanyak 125 orang.
“Sementara yang wafat usia 81–90 tahun itu 88 orang dan usia 91–96 13 orang. Artinya kebanyakan yang wafat itu umur 61 sampai 70 tahun, sedangkan usia 80 tahun ke atas lebih banyak yang sehat,” kata Pj Bupati Mamasa periode 2024 – 2025 itu.
Kendati demikian, Zain mengatakan pemerintah berharap Kerajaan Arab Saudi tidak membatasi kuota pendamping jamaah haji. Keberadaan mereka sangat penting untuk kelancaran ibadah haji, khususnya untuk pelayanan jamaah haji lansia dan penyandang disabilitas.
“Beliau (Menteri Agama) juga telah menyampaikan kepada Menteri Kesehatan Arab Saudi bahwa jemaah haji kami ini banyak berasal dari kampung, mungkin baru kali ini naik pesawat, jadi perlu pendampingan,” tuturnya.
Sebelumnya, Kerajaan Arab Saudi membatasi kuota pendamping haji sebanyak 2.100 orang. Jumlah tersebut turun 50 persen dari kuota pendamping haji pada 2024 yakni berjumlah 4.200 orang. “Bila dihitung berdasarkan rasio kuota jemaah haji pada 2025 ini yakni 221 ribu jumlah pendamping haji tersebut sedikit sekali, tidak imbang,” kata Zain.
BPJS Kesehatan Jamaah Haji Harus Aktif untuk Pelunasan BPIH
Muhammad Zain mengimbau jamaah haji agar mengaktifkan kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Hal itu bertujuan untuk melengkapi dokumen pelunasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) 2025. “Dokumennya harus selalu dicek supaya tidak terkendala soal kelengkapan berkas saat pelunasan. Misalnya BPJS Kesehatan harus aktif,” kata Zain.
Pria kelahiran Tumpiling, Wonomulyo, Kabupaten Polewali Mandar, 6 Februari 1972 itu menjelaskan, hingga 27 Februari 2025, terdapat 119.941 atau 58,99 persen calon jamaah haji yang telah melunasi BPIH. Ia optimistis angka tersebut mencapai target kuota jemaah haji yang diperoleh dari Arab Saudi sebanyak 221 ribu. “Kita berharap cepat pelunasannya,” kata Zain.
Kemenag mewajibkan jemaah haji reguler memiliki Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) aktif sesuai Keputusan Menteri Agama tentang teknis pengisian kuota haji reguler dan pelunasan biaya haji 2025.
Kemenag dan BPJS Kesehatan telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) pada akhir 2024 lalu. Tujuannya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan bagi jemaah haji reguler dan petugas haji. BPJS Kesehatan akan memberikan perlindungan kesehatan sebelum dan setelah perjalanan haji. []