Ketua KPK Harapkan PT Nol Persen, Pengamat : Agar Mahar Politik Bisa Murah - Telusur

Ketua KPK Harapkan PT Nol Persen, Pengamat : Agar Mahar Politik Bisa Murah

Ilustrasi. Foto : istimewa

telusur.co.id - Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga mengatakan harapan Ketua KPK Firli Bahuri agar angka presidential threshold (PT) menjadi nol persen selayak mendapat apresiasi. Sebab, dengan PT nol persen setidaknya berimplikasi pada dua hal.

Pertama, cost atau biaya politik menjadi rendah. Setidaknya mahar untuk menjadi capres dan cawapres dapat ditekan seminimal mungkin.

Partai politik (Parpol) yang memiliki suara besar tidak lagi semena-mena menetapkan mahar politik. Sebab, parpol lain juga berhak mengusung calon, sehingga capres dan cawapres bisa beralih ke Parpol lain.

"Kalau cost politik capres dan cawapres rendah, maka akan berimplikasi pada menurunnya perilaku koruptif bila mereka nantinya terpilih. Mereka tidak lagi berpikir untuk mengembalikan modal yang sudah dikeluarkannya atau mengembalikan kesepkatan dengan pihak sponsor," ujar Jamiluddin, Senin.

Jadi, perilaku koruptif diharapkan dapat ditekan. Hal ini tentu akan meringankan beban KPK dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

Dua, PT nol persen mengembalikan pelaksanaan pilpres di Indonesia pada prinsip demokrasi. Di sini berlaku, variasi pemilih akan diikuti variasi yang akan dipilih.

Dengan PT nol persen, diharapkan akan semakin banyak pasangan capres dan cawapres yang ikut dalam kontestasi pilpres 2024. Banyaknya pasangan capres dan cawapres diharapkan semakin mendekati heterogenitas pemilih Indonesia.

Kalau hal itu dapat diwujudkan, maka pasangan capres dan cawapres yang dipaksakan oleh Parpol dan para oligarki akan sulit memenangkan kontestasi Pilpres. Mereka akan dikalahkan pasangan lain yang lebih berkualitas dan berintegritas yang disodorkan Parpol lain.

Dampaknya tentu akan memaksa setiap Parpol mengusung pasangan capres dan cawapres yang berkualitas dan berintegritas. Pasangan calon inilah yang diharapkan akan dipilih para pemilih, sehingga siapa pun yang terpilih pastilah pasangan yang berkualitas dan berintegritas.

"Kalau hal dapat diwujudkan, maka pasangan yang hanya bermodal popularitas dengan sendirinya akan tersisih. Indonesia tidak lagi dipimpin oleh presiden hasil pencitraan semata, yang kerjanya tanpa visi yang jelas. Negeti ini akan dipimpin presiden yang punya visi, sehingga jelas arah kerjanya sebagaimana amanah UUD 1945," tandas Dekan FIKOM IISIP Jakarta 1996 - 1999. [ham]


Tinggalkan Komentar