telusur.co.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bekasi diperkirakan mulai intens bekerja pada tahun 2022. Di tahun itu, KPU mulai mengajukan anggaran, membuat tahapan-tahapan program, termasuk sosialisasi.

Hal itu disampaikan Ketua KPU Kabupaten Bekasi Jajang Wahyudin menanggapi program KPU menjelang digelarnya Pemilu serentak 2024.

“Akan tetapi, sejatinya KPU saat ini pun tetap bekerja,” kata KPU Kabupaten Bekasi, Jajang Wahyudin, saat berbincang dengan telusur.co.id di ruang kerjanya, Senin (3/5/21). 

Menyinggung anggaran pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang dibutuhkan KPU, untuk pelaksanaan pesta demokrasi rakyat Kabupaten Bekasi, Jajang mengakui belum ada regulasi.

Menurutnya, apakah pada 2024 nanti, anggaran itu sama seperti Pilkada 2017 memakai anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) atau APBN.

“Kalau memakai APBD, berarti ada proses yang harus dilakukan secara intens terkait pelaksanaan Pilkada, kemampuan daerah, dan sebagainya. Namun kalau ditanggung APBN, KPU tinggal terima,” terangnya.

Menjawab telusur.co.id terkait persiapan KPU Kabupaten Bekasi menggelar pesta demokrasi pemilihan bupati, Jajang menjelaskan, kalau untuk pelaksanaan Pileg-Pilpres, KPU Kabupaten Bekasi sudah melaksanakan pada 2019.

Menurut dia, pada pelaksanaan Pileg-Pilpres 2019 dengan berbagai dinamika persoalan sampai beberapa evaluasi telah diinventarisir. Namun, untuk pelaksanaan pemilihan bupati-gubernur, Jajang Wahyudin mengakui KPU Kabupaten Bekasi belum pernah melakukan.

Namun di kabupaten/kota lain, kata dia, sudah pernah melaksanakan pada 2018. Pada pilkada 2017, itu hanya tiga kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Bekasi, Cimahi, dan Tasikmalaya. Sementara pada 2018, ada 16 kabupaten/kota di Jawa Barat yang serentak dengan pemilihan gubernur.

“Kalau melihat hasil proses maupun dinamika yang terjadi pada pemilihan bupati-gubernur 2018, saya menilai persoalan-persoalan yang terjadi pada pelaksanaan pemilihan bupati-gubernur tidak terlalu krusial. Karena pada Pemilu 2019, dengan 5 kotak suara saja kita bisa melaksanakan,” paparnya.

Belajar dari Pilkada 2020 lalu, menurut Jajang, ada inovasi dari KPU RI yang cukup membantu, yaitu adanya e-Rekap. Jadi, e-Rekap itu rekapitulasi menggunakan sistem, dan tidak menggunakan manual. Sehingga mempercepat penghitungan suara.

“Jika penghitungan suara dilakukan secara manual, itu bisa mencapai satu hari. Nah, dengan alat (sistem) ini, hanya 2-3 jam, penghitungan suara selesai,” katanya.

Mengenai tahapan pelaksanaan pemilihan bupati, Jajang menjelaskan, tahapan pemilihan kepala daerah, itu sekitar 16 sampai 18 bulan. Sementara untuk tahapan pemilihan umum, itu 20 bulan.

“Bahkan, KPU RI mewacanakan lebih dari itu. Artinya, lebih dari 20 bulan,” katanya, seraya menambahkan, kalau pun jarak pemilu sampai ke pilkada hanya 8 bulan, sebetulnya sudah ada tahapan yang dilakukan sebelumnya.

Terkait calon independen atau calon perseorangan, Jajang Wahyudin menjelaskan, pendaftarannya lebih didahulukan. Berbeda dengan calon dari partai politik atau koalisi.

Mengapa didahulukan? Menurut dia, karena ada tahapan proses, dimana KPU harus melakukan verifikasi dukungan terhadap calon independen, sebelum ditetapkan sebagai calon dari jalur perseorangan.

Ditanya, apakah sudah ada calon perseorangan yang mendaftar, Jajang Wahyudin mengaku belum tahu. 

“Tapi yang komunikasi, tanya-tanya dan meminta informasi ke KPU, sudah banyak,” ujarnya. [Tp]