telusur.co.id - Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo mendukung inisiasi Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) agar para pekerja penyelenggara Pemilu bisa mendapatkan fasilitas Perlindungan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Antara lain Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian di BPJS Ketenagakerjaan (BPJSTK). Anggaran yang dibutuhkan tidak besar, sekitar Rp 72,5 miliar untuk mengcover sekitar 8,2 juta anggota pekerja penyelenggara Pemilu. Anggaran bisa diambil melalui APBN yang dialokasikan dalam anggaran Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Para penyelenggara Pemilu tersebut antara lain terdiri dari Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN), Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPLN), Panitia Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP/Pantarlih), Panitia Pemutakhiran Data Pemilih Luar Negeri (Pantarlih LN), dan Petugas Ketertiban Tempat Pemungutan Suara dalam Penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan.
"KPU melaporkan dalam Pemilu 2019 lalu tercatat ada 894 Petugas Pemungutan Suara (PPS) meninggal dunia dan 5.175 orang sakit. Mereka tidak terlindungi jaminan sosial, sehingga KPU harus menyiapkan anggaran tambahan untuk santunan. Melalui perlindungan jaminan sosial seperti Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKm), Pekerja Penyelenggara Pemilu apabila mengalami kecelakaan kerja dan/atau kematian akan mendapatkan manfaat yang lebih besar jika dibandingkan dengan santunan berdasarkan standar biaya masukan langsung (SBML). Manfaat yang didapat yaitu santunan kematian karena kecelakaan kerja hingga beasiswa untuk anak-anak mereka," ujar Bamsoet usai menerima Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), di Jakarta, Selasa (20/6/23).
Jajaran DJSN yang hadir antara lain, Ketua drg Agus Suprapto, M.Kes, Ketua Komisi Kebijakan Umum dr Asih Eka Putri, MPPM, Wakil Ketua Komisi Kebijakan Umum Andy William Sinaga, S.Sos, SH, Wakil Ketua Komisi Pengawasan, Monitoring dan Evaluasi Dr. Indra Budi Sumantoro serta Kepala Bagian Persidangan Fery Ferdiansyah SE., MPP. Turut hadir mendampingi Ketua MPR RI yakni dr. Rheza Maulana S.
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini juga mendukung inisiasi DJSN agar tanggal 19 Oktober ditetapkan sebagai Hari Jaminan Sosial. Pemilihan tanggal 19 Oktober tersebut menyesuaikan dengan disahkannya UU No. 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) oleh Presiden Megawati Soekarnoputri pada 19 Oktober 2004. Pengesahan UU tersebut menjadi oase dan titik terang yang meneguhkan kepada dunia bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki jaminan sosial terkuat untuk warganya.
"Melalui UU tersebut, Indonesia memiliki sistem perlindungan sosial yang luar biasa, yakni melalui BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Anggota aktif BPJS Kesehatan telah mencapai 254 juta jiwa atau lebih dari 90 persen penduduk Indonesia. Capaian yang luar biasa, mengingat berbagai negara dunia lainnya membutuhkan waktu yang lama. Kosta Rika membutuhkan waktu sekitar 20 tahun, Korea Selatan 26 tahun, bahkan Jerman 127 tahun, agar 90 persen lebih warga negaranya bisa memiliki jaminan kesehatan," jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Wakil Ketua Umum FKPPI/Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menambahkan, sedangkan untuk BPJS Ketenagakerjaan, jumlah anggotanya sudah mencapai 54,88 juta anggota. Dari sisi manfaat kepada peserta, BPJS Ketenagakerjaan telah membayarkan klaim atau jaminan sebesar Rp 49,03 triliun kepada 3,94 juta peserta yang masih didominasi klaim Jaminan Hari Tua (JHT).
"Penetapan Hari Jaminan Sosial Nasional dapat menggaungkan secara terus menerus pentingnya manfaat jaminan sosial sebagai program negara untuk memberi perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hari Jaminan Sosial juga dapat digunakan sebagai forum dialog nasional dengan para pemangku kepentingan, terutama peserta jaminan sosial yang beragam dari seluruh penduduk Indonesia," pungkas Bamsoet. [Iis]