telusur.co.id - Ketua Umum Muhammadiyah Haedar Nashir, meminta peringatan Hari Pahlawan yang jatuh setiap 10 November jangan sekadar dijadikan sebagai seremonial tetapi harus menjadi momentum untuk menyerap nilai-nilai perjuangan.
"Bangsa Indonesia tentu harus memperingati Hari Pahlawan sebagai ikhtiar untuk menyerap nilai perjuangan dari para pahlawan Indonesia sekaligus mengaktualisasikan nilai-nilai kepahlawanan itu agar hidup di dalam jiwa, alam, pikiran, sikap, dan tindakan warga dan elit bangsa. Hari Pahlawan jangan hanya dijadikan seremonial belaka,” kata Haedar dalam keteranganya, Selasa (9/11/21).
Menurut Haedar, Bangsa Indonesia saat ini dihadapkan dengan tantangan yang lebih lingkungan, serta lawan yang datang tidak dalam bentuk penjajahan fisik. Ancaman terbesar justru hadir saat warga dan elit bangsa tidak lagi menjaga persatuan.
Karena itu, ia berpesan agar Hari Pahlawan dijadikan momentum menghidupkan nilai- nilai keberanian seperti nilai dedikasi baik bagi warga ataupun elit bangsa.
Para pahlawan telah berdedikasi demi menjaga keberadaan Republik Indonesia dalam panggung sejarah bangsa-bangsa.
Bila nilai dedikasi itu diaktualisasikan dengan baik, akan tercipta bangsa yang peka dan ingin membantu sesama, dan tidak lagi melakukan provokasi yang dapat menimbulkan konflik dalam berbangsa dan bernegara.
“Para pahlawan nasional dalam mewujudkan dan mengisi kemerdekaan Indonesia mereka berani berkorban, pikiran, harta, bahkan jiwa untuk Indonesia. Mereka memberi bukan meminta dan bukan mengambil. Itulah ciri berkorban,” kata Haedar, seperti dikutip Antara.
Ia juga berpesan agar masyarakat meletakkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan yang lain.
Persoalan dan tantangan bangsa Indonesia, menurut dia, begitu banyak dan kompleks sehingga tidak mungkin terselesaikan tanpa kolaborasi dan persatuan segenap elemen anak bangsa.
Ia mengatakan para pahlawan mampu menyatukan Tanah Air ini karena mereka selalu meletakkan kepentingan bangsa di atas kepentingan diri, keluarga, dan kroni.
“Para pahlawan melintas batas dengan hadir untuk semua kalangan, dan mereka hadir sebagai sosok-sosok yang meletakkan kepentingan yang lebih luas di atas kepentingan yang lebih sempit. Mereka hadir tidak untuk diri, keluarga, atau kroninya, melainkan untuk kepentingan bangsa dan negara,” tutur Haedar.
Tidak hanya nilai dedikasi, lanjut Haedar, para pahlawan juga mengarahkan bahwa ekspresi tindakan kenegarawanan yang paling sederhana niscaya ada dalam tindakan jujur baik dalam percakapan ataupun aksi.
Ketika terdapat kesalahan, menurut ia, para pahlawan dengan gagah berani membenarkan kesalahan dan tidak menutupi kesalahan dengan kesalahan yang lain.
Sepatutnya, hubung Haedar, kebiasaann laku jujur para pahlawan itu menjadi gagasan dan batu tapal perkembangan untuk bangsa dan negara.
“Para pahlawan adalah kesatria, di saat salah mereka berani mengakui kesalahan, dan tidak menutupi kesalahan dengan kesalahan yang lain. Mereka tidak berdusta namun sangat jujur dengan kehidupan. Jiwa kesatria ini begitu penting,” ujar Haedar.
Para pahlawan, kata dia, juga telah memberikan keteladanan dalam berbangsa dan bernegara, yaitu kata dan tindakannya tidak pernah pecah kongsi.
“Para pahlawan pada dasarnya hidup sejahtera nan bersahaja, tetap jiwanya seluas samudra bahkan melampauinya. Kata sejalan dengan tindakan, sehingga masyarakat memperoleh obor dan suluh dari sikap, pikiran, cita-cita, langkah, dan jejak para pahlawan,” pungkas Haedar.[Fhr]