telusur.co.id - Tingkat partisipasi pemilih dalam Pilkada serentak 2024 menurun dari beberapa penyelenggaraan sebelumnya. Ketua KPU (Komisi Pemilihan Umum) Mochamad Afifuddin mengatakan partisipasi pemilih dalam Pilkada se-Indonesia rata-rata hanya sekitar 68 persen. Padahal, menurut data KPU, partisipasi pemilih dalam Pemilu 2024 mencapai 81,78 persen.
Melihat hal tersebut, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi mengatakan setidaknya ada beberapa hal yang menjadi faktor menurunnya tingkat partisipasi pemilih tersebut. Pertama adalah kejenuhan yang dirasakan masyarakat ketika Pemilu dan Pilkada berlangsung pada tahun yang sama.
"Kejenuhan akan pemilihan dalam tahun yang sama itu yang paling nyata," kata Dede di Surabaya, Jatim, dikutip Sabtu (7/12/24).
Faktor kedua, menurut Dede adalah biaya Pilkada yang cukup tinggi, sehingga calon-calon yang yang dihadirkan bukanlah yang diharapkan masyarakat.
"Mungkin yang diharapkan tidak mampu, karena cost-nya yang begitu besar apalagi sekarang serentak dengan Pilkada daerah lainnya," jelasnya.
Selain itu, yang menjadi faktor selanjutnya adalah kurangnya sosialisasi dari KPU untuk merangkul pemilih pemula yang merupakan generasi muda.
"Menggapai para pemilih pemilih pemula yang notabenenya sekarang kan banyak yang generasi-generasi muda, gen z itu juga kurang mampu merangkul, ya baik pesertanya maupun juga dari sosialisasi KPU," lanjutnya.
Untuk itu, Politisi Partai Demokrat ini mengatakan Komisi II nantinya akan mengevaluasi efektivitas penyelenggaraan Pilkada serentak yang pada tahun ini dilaksanakan di tahun yang sama dengan Pemilu.
"Itu sebabnya kami berpikir kami perlu evaluasi ke depan. Apakah perlu kita bedakan tahunnya sehingga euforia untuk memilihnya itu menjadi sangat besar. Karena kalau masyarakatnya terus ogah-ogahan males atau calonnya yang kurang menarik bagi mereka yang mereka tidak akan datang gitu," pungkasnya. [Tp]