telusur.co.id - Senat Mahasiswa (Sema) Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (Uinsa) telah mengadakan kegiatan Kongres Keluarga Besar Mahasiswa Uinsa (KBMU) yang ke XVIII.
Kegiatan ini dihadiri penuh oleh perwakilan organisasi internal kampus, baik dari UKM, HMJ/Himaprodi, maupun Sema-Dema di tiap fakultas.
Namun, kongres yang diadakan di Aula Lantai 3 Fakultas Dakwah dan Komunikasi Uinsa pada hari Rabu, (04/3) terdapat beberapa kejanggalan. Terbukti dengan tidak adanya sosialisasi sebelumnya kepada organisasi internal kampus. Demikian yang disampaikan Peserta Sidang Kongres KBMU, yang juga salah satu pengurus Sema-Dema Fakultas, Ibnu Al Alim.
“Di grup-grup Sema-Dema saja belum ada pemberitahuan semacam itu sebelumnya. Baru H-1, beredar pamflet tentang KBMU, yaa saya kaget kok ndadak seperti ini”, ujar Mandataris Gubernur Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Uinsa ini pada keterangan tertulisnya yang dikirim ke media ini. Kamis, (05/3/2020).
Menurut pengakuan (L), forum kongres harus menjadi forum yang sakral, sehingga memerlukan persiapan yang cukup matang. Ketidaksiapan panitia dalam menyelenggarakan kegiatan KBMU mengakibatkan adanya kecacatan dalam teknis pelaksanaannya seperti penyebaran undangan yang dilakukan pada hari rabu (04/3) dimana acara tersebut berlangsung.
Ibnu menambahkan, atribut yang digunakan oleh peserta sidang tidak sesuai dengan keterangan dalam surat undangan, dan palu sidang yang digunakan oleh pimpinan sidang dirasa sangat lucu karena menggunakan “palu kuli”.
“Undangan ada yang malah dikirim pas hari H. Dan undangan tertulis wajib memakai almamater, tetapi panitia banyak yang mengizinkan peserta sidang tanpa almamater masuk. Malah yang paling tidak etis, palu sidang loh malah menggunakan palunya kuli,” tambah Ibnu.
Sementara itu salah satu peserta sidang Kongres KBMU, Rama mempertanyakan status dari pimpinan sidang satu, yaitu Mukti, yang merupakan mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum serta demisioner Dema Fakultas Syari’ah.
“Jika peserta kongres merupakan delegasi pengurus dari organisasi internal kampus, maka status dari Mukti sebagai pengurus dema sudah habis,” ungkapnya.
Mukti menampilkan sikap otoriter dalam menjalankan tugasnya sebagai pimpinan sidang satu. “Sangat disayangkan ketika saudara Mukti yang sebenarnya sudah tuntas mengenai mekanisme dalam meja hijau berpalu, kok disini dia otoriter dalam memimpin persidangan,” tutupnya. [Asp]
Laporan : Ari