telusur.co.id - Ketua Asosiasi Kader Socio-Ekonomi Strategis (AKSES), Suroto menganggap, program pembentukan 80.000 Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih yang dicanangkan pemerintah, justru akan mengkancurkan koperasi.
"Program Kopdes Merah Putih ini adalah konsep serampangan yang tujuanya bukan hanya untuk hancurkan koperasi, tapi juga hanya akan mendorong pragmatisme para makelar program untuk mengambil keuntungan. Sementara rakyat hanya akan ditempatkan sebagai korbannya," kata Suroto dalam keterangannya, Kamis (17/4 /2025).
"Mereka bukan belajar dari kesalahan masa lalu atau setidaknya belajar dari sukses koperasi yang sudah ada di masyarakat atau dari negara lain. Mereka sedang melakukan kesesatan," sambungnya.
Direktur Cooperative Research Center (CRC) Institut Teknologi Keling Kumang ini menjelaskan, melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025, tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, nama serta pendanaan Kopdes sudah ditentukan.
"Namanya sudah ditentukan oleh pemerintah secara seragam, Kopdes Merah Putih. Sumber pendanaanya menurut Inpres tersebut akan berasal dari APBN, APBD, APBDesa, serta pinjaman dengan pola chenneling dan executing," tuturnya.
Suroto menyindir, melalui Inpres tersebut, koperasi seakan didorong menjadi mainstream, padahal justru sedang "membunuh, menikam koperasi" secara serius. Karena, kebijakan tersebut bukan hanya salah konsep, tapi menyalahi prinsip, serta mengulang kesalahan kebijakan lama.
Suroto menerangkan, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dengan resolusinya A/78/L.71 telah menetapkan tahun 2025 sebagai Tahun Koperasi Internasional (International Year Cooperative).
Pengakuan tersebut sedang dirayakan oleh gerakan koperasi seluruh dunia akan capaianya yang gemilang dalam membangun perusahaan yang bertumpu pada otonomi, kemandirian dan demokrasi. Sebagai sebuah prestasi besar dari orang-orang sederhana dalam menciptakan sebuah rezim bisnis demokratis.
Gerakan koperasi dunia, lanjut Suroto, telah menunjukkan prestasi dengan kemampuanya dalam praktik untuk menjawab kebutuhan riil yang bersifat imanen dari masyarakat dengan sekaligus kembangkan semangat mewujudkan sistem sosial ekonomi yang adil.
Setidaknya, menurut Aliansi Koperasi Internasional atau International Cooperative Alliance (ICA), saat ini ada 1,3 miliar orang telah menjadi anggota koperasi. Dan dari data 300 koperasi besar dunia yang diterbitkan oleh ICA, putaran bisnisnya kurang lebih sebesar 36 triliun rupiah atau sama dengan Produk Domestik Bruto (PDB) negara Italia.
Layanan bisnis koperasi, kata Suroto, berkembang di berbagai sektor. Mulai dari sektor ritel pemenuhan kebutuhan sehari-hari, pertanian, keuangan, pemasaran, perumahan, industri, hiburan, IT, bahkan hingga layanan sosial seperti kampus, sekolah, listrik, hingga rumah sakit.
Koperasi, sambung Suroto, memiliki ciri yang sama dan dibentuk oleh kekuatan prinsip otonomi, kemandirian dan demokrasi. Sedangkan Kopdes Merah Putih yang dicanangkan pemerintah, sudah menyalahi konsep koperasi secara mendasar.
"Pada dasarnya koperasi itu organisasi swasta mandiri, perusahaan otonom yang diusahakan oleh masyarakat sendiri untuk menjawab kebutuhan ekonomi masyarakat," paparnya.
Menurut Suroto, semestinya kebijakan pemerintah yang benar adalah menciptakan daya dukung lingkungan yang baik bagi tumbuh kembang koperasi melalui agenda demokratisasi ekonomi dan juga melalui insentif, seperi pajak, pendidikan dan pelatihan, atau kebijakan trade off serta upaya konsolidasi dan pengawasan.
"Bukan memperalatnya untuk tujuan politik praktis dengan bebani dengan agenda besar nasional," kritiknya.
Bagi Suroto, model Kopdes Merah Putih sangat sulit diharapkan keberlanjutanya. Sebab, semua ditentukan oleh pemerintah dari atas (top down) dan bahkan nama saja ditentukan.
"Ini sudah tunjukkan tidak demokratis. Apalagi modalmya semua dibiayai oleh pemerintah, ini namanya hancurkan kemandirian. Apa yang dilakukan pemerintah hari ini, itu sedang merusak koperasi, bukan membangun koperasi. Membina tapi justru membinasakan," kata dia.
Suroto mengingatkan, koperasi yang dikembangkan secara top down, dibangun dari atas, itu akan membunuh prakarsa masyarakat.
"Koperasi model begini tidak akan berakar kuat di masyarakat. Mereka hanya akan tumbuh seperti jamur di musim hujan. Musim kemarau datang mereka akan segera mati. Koperasi di luar negeri, yang besar dan menjadi perusahaan raksasa itu karena dihargai otonominya, dibangun kemandirianya dan dikembangkan secara demokratis, bukan seperti Kopdes Merah Putih ini," tukasnya. [Nug]