telusur.co.id - Surat kabar Israel, Haaretz pada hari Rabu (11/9/24) mengungkap membludaknya jumlah orang Yahudi yang pergi meninggalkan Israel dan kembali menjalani “eksodus ulang” sejak pecahnya perang pada tanggal 7 Oktober 2023, untuk mencari tempat yang lebih aman.
Dikutip Rai Al youm, dalam laporan berjudul “Di Israel dan Luar Negeri: Orang-orang Yahudi meninggalkan rumah mereka untuk mencari tempat yang lebih aman,” Haaretz menyajikan beragam kisah orang-orang yang meninggalkan Israel.
Diantaranya adalah Emma Magen Tokatali yang sebelumnya tidak pernah berfikir untuk meninggalkan Israel, namun pada Agustus lalu, dia dan suaminya menjual seluruh harta benda mereka dan menyewa apartemen di Thailand sebelum pindah ke sana bersama kedua anaknya.
Menurut Haaretz, pasangan tersebut “tidak tahu di mana mereka akan menetap di masa depan, atau apakah mereka akan kembali ke Israel atau tidak.”
Adapun Dror Sdot, 29 tahun, berangkat ke ibu kota Jerman, Berlin, bersama pasangannya pada November lalu.
Dia menganggap pemilu baru-baru ini dan protes terhadap kudeta yudisial merupakan “titik puncak” baginya.
“Semua orang berdemonstrasi membela demokrasi tanpa menyebut pendudukan. Isu-isu yang fundamental bagi kaum kiri dipinggirkan, dan perang mempercepat proses ini,” katanya kepada Haaretz.
“Saya tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, tapi Israel bukan lagi rumah saya sekarang,” tambahnya.
Di sisi lain, seorang Yahudi Amerika Jonathan Rogol, 48 tahun, seorang insinyur di sebuah perusahaan teknologi tinggi, berimigrasi dari Washington pada bulan April lalu ke Israel sebagai solidaritas terhadap Israel setelah perang.
Dari rumah barunya di Tel Aviv, Rogol mengakui bahwa ia prihatin dengan masa depan demokrasi di Israel, berpartisipasi dalam demonstrasi menentang pemerintah dan mendukung tercapainya kesepakatan dengan Hamas untuk memulangkan tawanan yang ditahan di Gaza.
Haaretz melaporkan: “Sejak tanggal 7 Oktober, puluhan ribu orang Yahudi di Israel dan luar negeri telah meninggalkan negara mereka untuk mencari tanah air baru, dengan harapan akan lebih aman.”
Menurut Haaretz, motif kepergian itu bervariasi antara ketakutan akan perang, runtuhnya demokrasi, penolakan terhadap pemerintah, tingginya biaya hidup, atau ketakutan terhadap anti-Semitisme, dan solidaritas dengan Israel.
Haaretz menyebutkan bahwa orang-orang Yahudi di abad ke-21 mungkin akan kembali eksodus dan mengembara lagi.
Data terbaru yang dikeluarkan oleh Biro Pusat Statistik Israel (resmi) mengungkapkan bahwa puluhan ribu warga Israel telah meninggalkan Palestina pendudukan dalam beberapa tahun terakhir.
Menurut data, 42.185 warga Israel pergi antara Oktober 2023 hingga Maret 2024, dan baru kembali pada Juli, dan jumlah ini menunjukkan peningkatan 12 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Pada bulan Oktober 2023, dengan pecahnya perang, migrasi mengalami lonjakan yang dramatis di mana 12.300 warga Israel pergi dan belum kembali. Jumlah ini meningkat 400 persen dibandingkan Oktober 2022.
Namun, gelombang migrasi sebenarnya dimulai pada musim panas sebelum perang, sebagai akibat dari reaksi terhadap rencana Netanyahu untuk mereformasi sistem peradilan.
Pada periode Juli hingga Oktober 2023, sebanyak 34.500 warga Israel pergi dan tidak kembali hingga akhir Mei 2024, dua kali lipat jumlahnya dibandingkan periode yang sama tahun 2022. [Tp]