telusur.co.id - Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI) melaporkan tindak pidana khusus dugaan korupsi dan penggunaan lahan hutan produksi di Pulau Rempang, Kepulauan Riau. KAKI melaprkan PT. Agrilindo, PT. Golden Beach Resort, dan PT. Vila Pantai Mutiara ke kantor Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Selasa (26/9/23).
Ketua Umum KAKI, Arifin Nur Cahyono mengatakan laporan ini sejalan dengan Surat Edaran Jaksa Agung Nomor 16 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Mafia Tanah yang dilaksanakan Bidang Intelijen, Perdata dan Tata Usaha Negara, dan Pidana Militer. Dia menilai tindakan tersebut telah merugikan negara, dan mendesak aparat penegak hukum bertindak.
"Kami minta Kejagung untuk mengusut tuntas kasus mafia tanah yang ada di pulau Rempang, karena banyak mafia tanah yang manfaatkan lahan untuk kepentingan pengusaha," kata Arifin dalam keterangannya.
Kata Arifin, KAKI dalam laporannya melampirkan sejumlah temuan yakni sebagian kawasan hutan lindung di kawasan Tanjung Kelingking, Pantai Kelat, Pulau Rempang, Kota Batam telah dialihfungsikan menjadi hutan bakau atau mangrove. Ketiga perusahaan tersebut, menurutnya melakukan perusakan dan pengggundulan hutan untuk usaha bisnisnya.
"Hutan lindung yang seharusnya dijaga kelestariannya dirusak oleh perusahaan atas nama PT. Agrilindo, PT. Golden Beach Resort, dan PT. Vila Pantai Mutiara yang mendapat Izin Usaha Pemanfaatan Jasa lingkungan Penyediaan Sarana Wisata Alam (IUPJL-PSWA)," kata Arifin.
Lebih jauh Arifin juga menjelaskan soal penerbitan IUPJL-PSWA untuk ketiga perusahaan terkait. KAKI menilai penerbitan dilakukan tanpa memenuhi persyaratan perizinan yang berlaku.
“Kami menilai dalam keputusan Pak Gubernur itu, tidak ada pertimbangan teknis dari kepala SKPD yang membidangi kepariwisataan di Kepri. Jadi kami menduga dalam penerbitan izin ini tidak melengkapi persyaratan perizinan yang diamanatkan," ucapnya.
Kejaksaan, kata Arifin, diharap bisa mengungkap kejahatan mafia tanah di pulau Rempang. Hal tersebut semata-mata untuk pembangunan nasional yang dinilainya memiliki manfaat besar dari sisi ekologi, sosial budaya maupun ekonomi, khususnya bagi warga setempat.
"Untuk itu hutan (di Rempang) harus diurus, dikelola dan dilindungi serta dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia, baik generasi sekarang maupun yang akan datang," jelasnya. (Tp)