Ledia Hanifa Soroti Pentingnya Literasi Digital dan Kesehatan Mental Anak di Era Media Sosial - Telusur

Ledia Hanifa Soroti Pentingnya Literasi Digital dan Kesehatan Mental Anak di Era Media Sosial

Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifah

telusur.co.id - Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PKS, Ledia Hanifa menekankan pentingnya pAnggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PKS, Ledia Hanifa menekankan pentingnya perhatian terhadap kesehatan mental anak dan literasi digital di tengah pesatnya perkembangan teknologi informasi.

Ledia menyoroti bahwa kesehatan mental anak-anak saat ini sangat dipengaruhi oleh media sosial, termasuk platform seperti TikTok, Instagram, WhatsApp, dan Line.

Menurutnya, anak-anak kerap mengalami kegelisahan bahkan kesedihan hanya karena hal-hal yang dianggap sepele, seperti tidak difollow atau diunfollow oleh teman-temannya.

"Ini adalah tanda bahwa anak-anak kita belum cukup kuat secara mental untuk menghadapi tekanan dari dunia digital," ujarnya di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (13/3/2025).

Ia mengkritisi sikap orang tua yang terlalu permisif dalam membiarkan anak berinteraksi dengan dunia digital tanpa memberikan bekal yang cukup.

"Kita sebagai orang dewasa seringkali lupa bahwa literasi digital anak-anak kita masih sangat rendah. Padahal, literasi digital adalah tahapan keenam dari kemampuan literasi, yang diawali dengan literasi baca tulis, numerasi, finansial, kebudayaan, dan teknologi," jelas Ledia.

Ledia menegaskan bahwa rendahnya literasi baca tulis menjadi masalah mendasar yang harus segera diatasi. Ia mendesak pemerintah untuk merancang program literasi baca tulis yang terstruktur, mulai dari kelas 2 SD hingga SMA.

"Anak-anak harus menguasai ribuan kosakata dan memahami persoalan yang muncul dari bacaan. Komunikasi tertulis dan lisan itu sangat berbeda, dan ini adalah PR besar yang belum terselesaikan," tegasnya.

Selain itu, Ledia juga menyoroti kurangnya pendampingan orang tua dan sekolah dalam mengembangkan literasi anak. Ia mencontohkan, kebiasaan memberikan buku sebagai hadiah ulang tahun dan mendiskusikan isinya sudah mulai hilang.

"Sekarang, anak-anak lebih banyak membaca novel digital yang tidak tersensor. Siapa yang melakukan sensor? Ini menjadi masalah serius," ujarnya.

Mengenai kesehatan mental, Ledia mengungkapkan kekhawatirannya atas meningkatnya kasus bunuh diri di kalangan anak-anak, yang seringkali dipicu oleh hal-hal sepele seperti masalah di media sosial.

"Ini menunjukkan betapa rentannya mental anak-anak kita. Ketahanan keluarga harus diperkuat, dan orang tua tidak bisa melepas anak begitu saja berinteraksi dengan media sosial," tegasnya.

Ledia juga mengingatkan pentingnya penegakan hukum yang konsisten terhadap pelanggaran di dunia digital, termasuk eksploitasi anak.

"Kita sudah memiliki Undang-Undang Perlindungan Anak yang kuat, tetapi implementasinya masih lemah. Predator digital seringkali lolos dari hukuman yang seharusnya," ujarnya.

Menghadapi perkembangan teknologi seperti kecerdasan buatan (AI), Ledia menekankan perlunya adaptasi dalam sistem pendidikan.

"Anak-anak semakin sulit membedakan mana yang nyata dan mana yang tidak. Pembelajaran di sekolah juga harus menyesuaikan dengan kebiasaan anak-anak yang sudah terbiasa dengan konten visual dan cepat," ujarnya.

Ia berharap, perubahan kebijakan pendidikan yang sedang dirumuskan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dapat mengantisipasi tantangan ini.

"Kita tidak boleh melupakan esensi pendidikan, sambil terus beradaptasi dengan perkembangan teknologi," pungkas Ledia.[iis]


Tinggalkan Komentar