Menelaah Persoalan dan Masa Depan Petani Indonesia - Telusur

Menelaah Persoalan dan Masa Depan Petani Indonesia


Oleh: Muh. Ageng Dendy Setiawan (Sekretaris Jenderal DPP GMNI)

Beberapa waktu lalu, pemerintah akan menggelontorkan impor beras sebanyak 1 juta ton ketika momentum menjelang panen raya. Berbagai penolakan dan kritikan bermunculan, hingga akhirnya, Presiden Republik Indonesia (RI) Ir. H. Joko Widodo (Jokowi) merespon keputusan Impor Beras 1 Juta tersebut tak bakal dilakukan ketika petani sedang Panen Raya.

Di sektor pertanian, memang petani seringkali menjadi korban. Hal tersebut karena ketika mereka akan memanen hasil pertaniannya, harga jual seringkali tiba-tiba anjlok. Padahal, mereka sudah berjuang sekuat tenaga, mulai dari pencarian bibit unggul hingga perawatan yang maksimal agar hasil panen bisa melimpah dan harga jual bisa seperti yang mereka harapkan.

Selain persoalan harga, mereka juga harus menghadapi sejumlah persoalan lain, mulai dari serangan hama tikus, wereng dan lainnya ataupun ketika terjadi bencana alam seperti banjir, kekeringan, cuaca ekstrem yang akhirnya menjadi penyebab mereka gagal panen.

Melalui saluran media, seringkali kita jumpai Program petani milenial yang pada prinsipnya bertujuan agar kaum milenial mau menjadi petani kekinian demi menjaga kedaulatan pangan kita di masa mendatang.

Namun, ketika masyarakat yang puluhan tahun sudah benar-benar berprofesi sebagai petani mengalami gagal panen dan atau gigit jari akibat harga hasil pertanian anjlok, Perlindungan pemerintah kepada mereka pun masih terbilang minim, bahkan bisa saja disebut tidak ada sama sekali. Hal ini karena kerugian yang dialami petani itu hanya ditanggung mereka saja.

Implementasi Undang-undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang perlindungan dan pemberdayaan pertanian pun dipertanyakan. Sebab, dilapangan, petani tidak benar-benar terlindungi dengan baik sebagaimana amanah undang-undang.

Minimnya perlindungan bagi para petani dikhawatirkan bisa menyurutkan semangat generasi muda yang ikut dalam program Petani Milenial. Sebab, ketika mereka sudah berhasil menanam apakah pemerintah mau dan bisa menjamin memberikan perlindungan, khususnya perlindungan harga hasil pertanian.

Padahal, untuk memastikan tercukupinya kebutuhan petani dan terjaganya semangat bekerja para petani agar bisa terciptanya swasembada pangan, maka diperlukan sentuhan-sentuhan pemerintah melalui kebijakannya melalui perlindungan petani.

Presiden RI Pertama, Ir Soekarno (Bung Karno) ketika itu juga merasa prihatin dengan nasib yang menimpa Petani. Sebab, meski memiliki alat Produksi seperti Tanah, cangkul dan bajak, namun, petani tetap saja tidak sejahtera dan tetap hidup miskin. Atas dasar ini lah Bung Karno menelurkan sebuah pemikiran Progesif dan Revolusioner untuk mengakhiri penindasan terhadap Petani dengan menelurkan sebuah ideologi berbasis pemikiran Filsafat Marhaenisme.

Marhaenisme merupakan antitesis pemikiran Bung Karno ketika melihat kenyataan dalam diri seorang petani miskin bernama Marhaen.

Sulit dan kerasnya menjalani kehidupan dengan berprofesi sebagai petani, membuat mereka tidak ingin kelak, anak cucunya meneruskan pekerjaan menjadi petani, sebab, menjadi petani tidak ada kepastian dan jaminan kesejahteraan terhadap nasib mereka.

Ujung-ujungnya, anak dari orang tua yang seorang petani, di dorong untuk menjadi pekerja kantoran. Sebab, asumsi mereka, kesejahteraan dan kepastian kehidupan lebih jelas saat anak-anak mereka bekerja di kantoran. Dampaknya, tak sedikit para petani memilih untuk menjual tanah mereka kepada developer perumahan, atau pengusaha yang ingin mengembangkan suatu wilayah, meskipun para pemilik modal ini harus menerobos rencana tata ruang wilayah suatu daerah.

Petani harus diberikan jaminan yang jelas. Sebagai contoh, misalnya, asuransi Pertanian dan sistem resi gudang yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur (Jatim), yang tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2015, pasa 18, serta peraturan Gubernur Jatim Nomor 26 Tahun 2018 tentang asuransi pertanian. Dalam aturan ini, petani yang mengalami kerugian akibat gagal panen maupun terkena bencana dan hama, akan di cover. Sehingga, para petani itu bisa tetap bertahan hidup.

Sedangkan sistem resi gudang, menjadi solusi tersendiri bagi petani ketika harga hasil pertanian mereka di pasaran anjlok. Caranya, para petani ini bisa menyimpan barang mereka di gudang, dan mendapat pinjaman sekian persen dari nilai barang yang mereka simpan. Jadi, walupun harga pertanian sedang mengalami penurunan, petani-petani tersebut masih bisa bertahan hidup sampai pada saat harga pertanian kembali naik dan stabil.

Kebijakan semacam ini seharusnya bisa diterapkan di daerah lain, jika perlu, pemerintah pusat bisa mengambil alih langkah-langkah seperti yang dilakukan oleh Pemprov Jatim itu. Karena, jika kebijakan seperti di atas dicontoh, besar harapan kesejahteraan nasib para petani kita di Indonesia bisa lebih jelas.

Selanjutnya, kebijakan dan bantuan pemerintah diharapkan tepat sasaran dan sesuai kebutuhan petani. Penting untuk dicatat, bahwa hari ini dunia sedang berada pada arus revolusi industri 4.0, yang mana semua sektor sudah terdigitalisasi, termasuk pemasaran hasil pertanian. Atas dasar itu, untuk melindungi arus liberalisasi, pemerintah harusnya berlari dalam membuat kebijakan terkait sektor pertanian sesuai dengan kebutuhan era 4.0.

Negara beserta kelompok masyarakat yang terdidik, harus bisa menjadi pendamping petani agar mereka bisa berakselerasi mengejar ketertinggalan pada saat memproses hasil pertaniannya. Dari sini, jelas yang dibutuhkan adalah teknologi pertanian dari hulu hingga hilir, sehingga nilai jual hasil tani kita bisa bertambah. Ke depan, pemerintah harusnya mulai memikirkan untuk mengimpor teknologi pertanian, bukan hanya sebatas impor hasil pertanian seperti beras dan lainnya.

Dengan demikian petani akan mendapatkan jaminan keberlangsungan hidup dan kesejahterahan yang meningkat. Sehingga, regenerasi petani di Indonesia akan tetap berlangsung tanpa adanya kekhawatiran terkait kesejahterahan hidupnya. Kebijakan yang melindungi petani diharapkan mampu mewujudkan negara Indonesia untuk menjadi negara yang berdaulat dalam pangan.


Tinggalkan Komentar