Telusur.co.id -Penulis: Moh Jadil Maula Bik, Mahasiswa Ilmu Administrasi Fiskal, Universitas Indonesia
Muhammad Iqbal, Mahasiswa Ilmu Administrasi Fiskal, Universitas Indonesia
Tahukah kamu bahwa akan ada jenis pajak baru yang diterapkan akan diterapkan di Indonesia? Jenis pajak baru tersebut bernama pajak karbon. Pajak karbon sendiri sebenarnya telah diimplementasikan oleh banyak negara di dunia, salah satu negara yang berencana menerapkan pajak ini adalah Indonesia. Setelah sempat beberapa kali mengalami penundaan, pajak karbon ini akhirnya direncanakan untuk diimplementasikan secara luas pada tahun depan. Lalu, apa sih sebenarnya pajak karbon itu? Dan mengapa banyak negara mengadopsinya?
Nah, daripada penasaran, Simak terus ulasan berikut.
Apa sih Pajak Karbon itu?
Pajak Karbon adalah pajak yang dikenakan atas setiap produk atau barang yang menghasilkan emisi karbon. Penerapan Pajak Karbon dilakukan guna mengatur perilaku pelaku usaha untuk mengurangi emisi karbon dan mulai menggunakan Energi Baru Terbarukan (EBT). Sebagaimana yang kita ketahui bahwa saat ini dunia sedang mengalami ancaman perubahan iklim sehingga diperlukan upaya untuk memitigasi permasalahan tersebut.
Lalu, bagaimana mekanisme pengenaan pajak karbon di Indonesia?
Mekanisme terkait kebijakan pajak karbon yang akan diterapkan di Indonesia termuat dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Dalam pasal tersebut, diketahui bahwa yang menjadi subjek dari pajak karbon adalah orang pribadi atau badan yang membeli barang yang mengandung karbon dan/atau melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi karbon. Objek pajak karbon yakni adalah barang yang mengandung karbon dan/atau aktivitas yang menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tertentu pada periode tertentu. Kemudian, untuk tarifnya sendiri, pajak karbon dipatok dengan tarif paling rendah sebesar Rp 30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e).
Dengan dikenakannya pajak karbon pada barang/jasa yang diatur dalam ketentuan tersebut, hal ini tentu akan berdampak pada masyarakat. Dampak tersebut di antaranya yakni terjadi kenaikan harga barang sehingga dapat menyebabkan terjadinya inflasi dan gejolak dalam masyarakat serta terjadi ketimpangan sosial di masyarakat. Namun, di sisi lain pajak karbon dapat mendorong inovasi dan investasi pada sektor yang ramah lingkungan sehingga memacu perkembangan ekonomi hijau (green economy) di Indonesia. Selain itu, penerapan pajak karbon juga dapat mendorong perubahan perilaku masyarakat untuk beralih ke energi baru terbarukan agar terjadi sustainability pada lingkungan.
Penerapan Pajak Karbon di Berbagai Negara di Dunia
Disamping rencana penerapan pajak karbon di Indonesia, nyatanya ada sejumlah negara yang lebih dahulu menerapkan kebijakan pajak karbon. Pada tahun 1990, Finlandia mempelopori penerapan kebijakan pajak karbon, kemudian pada tahun 1991 Swedia dan Norwegia juga turut mengikuti jejak Finlandia untuk menerapkan kebijakan pajak karbon. Selain ketiga negara tersebut, ada sejumlah negara lainnya yang juga sudah menerapkan kebijakan pajak karbon seperti Chili, Swiss, Kanada, Afrika Selatan dan masih banyak lagi yang lainnya.
Lantas, mengapa kemudian negara-negara tersebut menerapkan pajak karbon?
Alasan dibalik diterapkannya pajak karbon oleh berbagai negara tersebut adalah adanya perubahan iklim dan pemanasan global yang disebabkan oleh emisi karbon/gas rumah kaca (GRK) sehingga menyebabkan suhu di dunia meningkat setiap tahunnya. Guna mengatasi permasalahan tersebut, berbagai negara dunia kemudian berkomitmen untuk bersama-sama mengurangi emisi yang mereka hasilkan. Komitmen tersebut terwujud dalam Persetujuan Paris (Paris Agreement) yang ditandatangani oleh berbagai negara pada tahun 2015. Untuk mendukung perwujudan dari agreement tersebut, berbagai negara kemudian menerapkan pajak karbon sebagai instrumen dalam memitigasi perubahan iklim yang berlanjut secara terus menerus.
Apabila kita melihat tujuan dari penerapan pajak karbon di Indonesia, Indonesia menerapkan pajak karbon guna mendukung pencapaian Nationally Determined Contribution (NDC) dalam rangka pengendalian emisi gas rumah kaca yang mana hal ini sejalan dengan tujuan dilakukannya Persetujuan Paris. Jika kita menelisik negara lain, seperti Swedia, selain digunakan sebagai instrumen pengendalian iklim, pajak karbon juga digunakan sebagai instrumen untuk mengurangi pemakaian energi, meningkatkan efisiensi energi, serta meningkatkan pemakaian alternatif Energi Baru Terbarukan (EBT). Hal senada dilakukan oleh Irlandia yang mengenakan pajak karbon dalam rangka mengubah perilaku masyarakatnya untuk beralih menggunakan energi yang lebih ramah lingkungan, di samping digunakan untuk mengurangi emisi karbon. Sementara itu, Latvia, negara yang berada di Kawasan Baltik, selain digunakan sebagai instrumen pengendalian iklim dan perubahan perilaku masyarakat, pajak karbon juga digunakan untuk mendorong penerapan teknologi baru yang ramah lingkungan, mendukung pembangunan berkelanjutan dalam perekonomian, serta sebagai sumber pendanaan dalam rangka upaya perlindungan bagi lingkungan.
Penerapan pajak karbon di negara-negara tersebut memberikan gambaran positif yang dapat dijadikan acuan bagi Indonesia. Misal sejak tahun 1991, Swedia membuat langkah baru dalam mengatasi perubahan iklim sekaligus mendorong pembangunan berkelanjutan. Hasil dari penerapan pajak karbon tersebut ditunjukan melalui laporan Ministry of Finance Swedia, yang mengklaim bahwa sejak tahun 1991 sampai dengan 2021 Swedia telah berhasil menurunkan Domestic CO2eq emissions sebesar 33 persen. Keberhasilan Swedia mengatasi permasalahan emisi karbon juga dapat ditunjukan dengan adanya sedikit penurunan pendapatan pajak karbon selama satu dekade terakhir. Hal tersebut dapat diartikan bahwa implementasi kebijakan pajak karbon yang telah berjalan sejak tahun 1991 telah berhasil mengatasi permasalahan emisi karbon.
Sedangkan di Finlandia, sejak awal penerapan kebijakan pajak karbon telah memberikan hasil yang cukup signifikan. Sejak tahun 2000 sampai dengan tahun 2018, Finlandia sukses menurunkan emisi karbon sampai dengan 19.49 persen dari total emisi karbon di Finlandia. Penerapan pajak karbon juga tidak memberikan dampak negatif bagi perekonomian Finlandia karena sejak 20 tahun terakhir PDB Finlandia justru tumbuh sampai dengan 114 persen. Finlandia terus berkomitmen dalam menyelesaikan permasalahan iklim. Finlandia akan berupaya mencapai net zero carbon emissions pada tahun 2035. Melihat kesuksesan kebijakan pajak karbon yang diterapkan di negara-negara seperti Finlandia dan Swedia, harapannya Indonesia dapat mengikuti langkah kesuksesan kedua negara tersebut dalam mengimplementasikan kebijakan pajak karbon.