Menilik Perbandingan CEISA milik Ditjen Bea Cukai dengan Sistem Administrasi Bea Cukai Negara-Negara di Asia - Telusur

Menilik Perbandingan CEISA milik Ditjen Bea Cukai dengan Sistem Administrasi Bea Cukai Negara-Negara di Asia


Telusur.co.id -Penulis: Farid Azzam Zaidan. Mahasiswa Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia.

Sistem informasi kepabeanan dan cukai memainkan peran penting dalam pengelolaan dan pengawasan perdagangan internasional. Di Indonesia, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) telah mengembangkan sistem yang dikenal sebagai CEISA (Customs-Excise Information System and Automation). 

CEISA adalah sistem informasi yang mengintegrasikan proses administrasi dan pengawasan di DJBC. Sejak diluncurkan pada 2012, CEISA telah mengalami beberapa pembaruan, dengan versi terbaru, CEISA 4.0, diluncurkan pada 2018. Sistem ini memungkinkan pengguna untuk mengajukan berbagai dokumen kepabeanan secara online, seperti pemberitahuan impor dan ekspor, serta pelacakan status barang kiriman.

Penerapan CEISA 4.0 bersifat mandatory untuk berbagai layanan DJBC, termasuk impor, ekspor, dan kemudahan impor tujuan ekspor (KITE). Implementasi ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi operasional dan akurasi data di DJBC. Fitur Utama pada CEISA 4.0, yakni:

  • Centralized          : Aplikasi yang terintegrasi dalam satu portal.
  • Integrated           : Kementerian dan lembaga lain terintegrasi untuk mengolah informasi.
  • Automated          : Otomatisasi proses bisnis DJBC.
  • Collaboration      : Menghubungkan entitas pemerintah dan swasta.
  • Data Driven        : Menggunakan teknologi big data dan AI untuk analisis data.

Melalui CEISA, pengguna jasa dapat mengakses semua proses kepabeanan dalam satu portal, termasuk melacak status barang kiriman. Sistem ini tidak hanya mempermudah proses administrasi bagi pengguna tetapi juga meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum oleh DJBC.

Sistem Administrasi Bea Cukai di Asia

Beberapa negara Asia telah menerapkan sistem informasi kepabeanan dan cukai yang canggih untuk meningkatkan proses administrasi, pelayanan, dan pengawasan. Negara-negara tersebut diantaranya:

  • Filipina

Bureau of Customs (BOC) di Filipina telah menerapkan strategi untuk meningkatkan integritas dan transparansi dalam administrasi kepabeanan. Salah satu langkah utama adalah mengurangi interaksi langsung antara pedagang dan petugas bea cukai untuk meminimalkan peluang korupsi. Selain itu, BOC juga merilis data impor secara terbuka untuk meningkatkan akuntabilitas.

Poin-Poin pada BOC:

  • Mengurangi interaksi tatap muka.
  • Mendorong transparansi melalui data terbuka.
  • Meningkatkan akuntabilitas petugas bea cukai.
  • Kerja sama antar lembaga pemerintah untuk memfasilitasi perdagangan yang sah.

 

  • Malaysia

Royal Malaysian Customs (RMC) telah mengembangkan Customs Information Systems (CIS) untuk mendukung inisiatif pemerintahan elektronik. Meskipun menghadapi beberapa tantangan terkait pelaksanaan RMC yang belum memenuhi kepuasan penggunanya, sistem ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi layanan bagi pengguna internal dan eksternal.

Poin-Poin pada CIS:

  • Memfasilitasi inisiatif pemerintahan elektronik.
  • Meningkatkan efisiensi operasional bagi petugas bea cukai dan agen pengiriman.
  • Tantangan dalam kepuasan pengguna yang perlu diatasi.

 

  • China

Di China, penggunaan Electronic Data Interchange (EDI) berhasil mempercepat proses kepabeanan, terutama dalam logistik internasional. EDI memungkinkan transmisi data yang efisien dan telah diadopsi oleh berbagai sektor, termasuk usaha kecil dan menengah (UKM).

Poin-Poin pada EDI:

  • Mempercepat proses kepabeanan melalui transmisi data yang efisien.
  • Adopsi luas oleh UKM untuk meningkatkan daya saing.
  • Pengembangan protokol berbasis XML  (Extensible Markup Language) untuk mendukung teknologi baru seperti RFID (Radio Frequency Identification) .

Perbandingan

Perbandingan antara CEISA dengan sistem di negara-negara Asia menunjukkan adanya kesamaan dalam tujuan utama yaitu meningkatkan transparansi dan efisiensi. Namun, terdapat perbedaan pada implementasinya. Berikut merupakan perbandingan sistem administrasi dan informasi dari setiap Indonesia, Filipina, Malaysia, dan China:

CEISA (Indonesia)

  • Tujuan: Mengintegrasikan proses administrasi dan mempercepat proses bisnis DJBC.
  • Pendekatan: Menggunakan portal yang terintegrasi antara pemerintah dengan swasta/pengguna.
  • Hambatan: Sulit melaksanakan implementasi secara penuh.

BOC (Filipina)

  • Tujuan: Meningkatkan transparansi dan integritas.
  • Pendekatan: Mengurangi interaksi offline/tatap muka.
  • Hambatan: Adanya praktik korupsi.

CIS (Malaysia)

  • Tujuan: Mendukung digitalisasi administrasi.
  • Pendekatan: Meningkatkan efisiensi operasional bagi petugas Bea Cukai dan agen pengiriman.
  • Hambatan: Masih belum memenuhi kepuasan pengguna.

EDI (China)

  • Tujuan: Mempercepat proses logistik internasional.
  • Pendekatan: Mengembangkan protokol XML dan mendukung teknologi RFID.
  • Hambatan: Adanya kendala teknologi (technology barrier) bagi usaha kecil dan menengah

Kesimpulan

Implementasi teknologi informasi dalam bidang kepabeanan tidak hanya memberikan manfaat bagi pemerintah tetapi juga bagi pelaku usaha yang terlibat dalam perdagangan internasional. CEISA milik Ditjen Bea Cukai Indonesia menunjukkan adanya kemajuan pemanfaatan teknologi dalam sistem informasi kepabeanan yang terintegrasi. Sementara itu, negara-negara Asia lainnya seperti Filipina, Malaysia, dan China juga berusaha meningkatkan sistem mereka dengan pendekatan yang berbeda. Kedepannya negara-negara di Asia dapat menciptakan sistem administrasi kepabeanan yang lebih efektif dan transparan untuk menjaga keamanan perdagangan internasional. 


Tinggalkan Komentar