telusur.co.id - Menteri Agama Republik Indonesia, Prof. Dr.KH. Nasaruddin Umar membuka secara resmi Silaturahmi Nasional Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan Lembaga Keagamaan Tahun 2025 di Hotel Atria Gading Serpong, Rabu (6/8/2025). Kegiatan ini mengusung tema “Merawat Kerukunan Umat Menuju Indonesia Emas 2045”, yang menegaskan pentingnya memperkuat harmoni sosial sebagai bagian dari visi jangka panjang pembangunan nasional.
Silaturahmi Nasional ini merupakan salah satu agenda prioritas Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kementerian Agama RI dan akan berlangsung hingga 7 Agustus 2025. Lebih dari 350 peserta dari seluruh provinsi hadir, terdiri atas pejabat eselon I dan II Kemenag, Direktur Urusan Agama dari masing-masing Ditjen Bimas, para Kepala Kanwil, Ketua Tim Kerja KUB, pengurus FKUB dari 38 provinsi, tokoh-tokoh agama nasional, serta unsur masyarakat sipil dan akademisi.
Dalam sambutannya, Menteri Agama menekankan bahwa kerja-kerja kerukunan tidak bisa berhenti pada tataran formalitas. Kerukunan harus menjadi gerakan sosial yang berbasis spiritualitas dan nilai kemanusiaan.
“Kerukunan tidak cukup dirawat secara normatif. Ia harus menjadi etos kolektif bangsa ini. Agama harus menjadi sumber kedamaian, bukan alat untuk mempertajam perbedaan,” ujar Menteri Nasaruddin.
Ia juga memperkenalkan gagasan Kurikulum Cinta, sebuah pendekatan pendidikan yang tengah dikembangkan oleh Kementerian Agama. Kurikulum ini dirancang untuk menanamkan nilai kasih, empati, dan penghargaan terhadap kemanusiaan sejak usia dini. Tujuannya adalah membentuk generasi yang mampu membangun kehidupan sosial yang harmonis tanpa prasangka.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Agama RI, Prof. Dr. Phil. Kamaruddin Amin menyampaikan bahwa forum ini merupakan ruang reflektif dan konsolidatif bagi seluruh pemangku kepentingan kerukunan di Indonesia.
“Kerukunan umat beragama bukanlah warisan yang tinggal dinikmati, tetapi amanah yang harus diperjuangkan terus-menerus di tengah dinamika zaman. Untuk itu, kita tidak cukup hanya dengan regulasi. Kita membutuhkan keteladanan dari para tokoh agama untuk memperkuat moral publik,” ujar Kamaruddin.
Ia juga menyoroti pentingnya membuka ruang dialog terbuka dalam isu-isu sensitif seperti pendirian rumah ibadah. Menurutnya, komunikasi terbuka adalah kunci untuk mencegah konflik sosial yang berakar pada ketakpahaman.
Rangkaian kegiatan Silatnas ini mencakup masukan dari para Ketua Umum lembaga keagamaan nasional, diskusi panel lintas iman, serta sidang komisi tematik yang membahas isu-isu strategis seperti: peran pemerintah daerah, tantangan kerukunan dalam kerangka Asta Protas, penguatan kapasitas kelembagaan, serta isu rumah ibadat dan praktik keagamaan.
Seluruh hasil diskusi akan dirumuskan dalam sidang pleno nasional, yang akan menghasilkan rekomendasi kebijakan strategis sebagai arah tindak lanjut program kerukunan umat beragama di tingkat nasional dan daerah.
Silaturahmi Nasional ini diharapkan menjadi fondasi baru untuk memperkuat jaringan kerukunan lintas daerah, membangun ruang kolaborasi yang lebih inklusif, serta merumuskan kebijakan kerukunan yang lebih responsif terhadap dinamika sosial keagamaan Indonesia. [ham]