telusur.co.id - Pembangkit Listrik Tenaga Sampah atau PLTSa dianggap mengancam kelangsungan mata pencarian para pemulung di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Bantargebang, Bekasi.
Sebab PLTSa bahan bakunya adalah sampah plastik, sedangkan para pemulung sangat membutuhkan sampah plastik untuk dijual.
"Tidak setuju. PLTSa kan bahan bakunya sampah plastik, sedangkan kami sangat membutuhkan sampah plastik yang dijual, supaya bisa makan," kata Karya, warga Ciketing, Bantargebang, Bekasi, Kamis (1/8/2019).
Dirinya mengatakan, rekan-rekannya sangat menggantungkan hidup pada sampah plastik di lima zona TPST Bantargebang. Karya sendiri mengakui jika dirinya sehari bisa mengambil 50 kilogram, bahkan sampai 200 kilogram sampah plastik setiap hari.
PLTSa itu kini berdiri megah di sisi timur TPST Bantargebang. Area produksi listrik berbahan bakar sampah itu nampak seperti pabrik yang memiliki bermacam alat produksi pembakaran sampah berteknologi termal, yang dapat mengolah sampah secara cepat, serta menghasilkan listrik.
Terkait keberadaan PLTSa, Kepala Unit Pengelola Sampah Terpadu (UPST) Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto meminta para pemulung tidak resah. Menurutnya, PLTSa di Bantargebang hanya berkapasitas sampah 50-100 ton per hari. Bila dibandingkan sampah Bantargebang yang masuk 7.500 ton per hari, jumlahnya masih sangat kecil.
Selain itu PLTSa ini masih uji coba, tidak seperti PLTSa berskala besar yang bisa menghabiskan sampah dalam jumlah yang banyak.
PLTSa milik Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang bergulir sejak 25 Maret 2019, direncanakan selesai masa uji coba pada 2020 dan selanjutnya resmi beroperasi. [ipk]
Sumber: Antara