Minuman Manis Jadi Target Cukai: Siapa yang Diuntungkan? - Telusur

Minuman Manis Jadi Target Cukai: Siapa yang Diuntungkan?


Telusur.co.id -Penulis : Adelia Putri, Menulis Mahasiswi Departemen Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia.

Cukai untuk minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) telah masuk ke dalam Nota Keuangan untuk Tahun Anggaran 2024 (Kemenkeu, 2023) dan diperkirakan akan diberlakukan mulai tahun 2024 ini. Cukai memiliki fungsi strategis sebagai instrumen fiskal untuk meningkatkan penerimaan negara dan juga untuk mengendalikan eksternalitas negatif.

Salah satu faktor pendorong cukai MBDK adalah banyaknya bermunculan produk produk-produk seperti kopi, teh, susu olahan, dan minuman berkarbonasi. Bahkan di minimarket, supermarket, kedai kekinian, dan kopi keliling menawarkan berbagai varian rasa minuman manis yang diminati terutama oleh masyarakat sekitar terlebih harganya yang terjangkau. Minuman berpemanis ini menjadi salah satu pemicu naiknya angka penderita diabetes. Menurut Riset Dasar Kesehatan (Riskesdas) 2023, angka prevalensi diabetes di Indonesia meningkat menjadi 11,7%. Menanggapi hal tersebut, pemerintah merencanakan pengenaan cukai pada minuman berpemanis. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi konsumsi gula berlebih sekaligus menambah pendapatan negara. Dengan menaikkan harga produk melalui cukai, konsumsi diharapkan menurun, terutama di kalangan kelompok usia muda yang menjadi konsumen terbesar. Selain itu, kebijakan ini juga bertujuan untuk menambah pendapatan negara yang dapat dialokasikan untuk program kesehatan. Berdasarkan proyeksi, penerapan cukai dapat menghasilkan tambahan penerimaan negara hingga Rp6,5 triliun per tahun, yang berpotensi digunakan untuk mendukung berbagai program kesehatan, edukasi, dan pembangunan infrastruktur kesehatan.

Satu sisi, kebijakan ini memberikan manfaat besar. Pemerintah akan memperoleh pendapatan tambahan untuk mendanai sektor kesehatan, sementara masyarakat diharapkan lebih sadar akan resiko kesehatan dari konsumsi gula berlebih. Dalam jangka panjang, penurunan konsumsi gula dapat membantu menekan prevalensi penyakit tidak menular seperti diabetes dan obesitas, yang selama ini membebani sistem kesehatan nasional. Selain itu, penerapan cukai juga mendorong produsen untuk berinovasi menciptakan produk yang lebih sehat, seperti minuman rendah gula atau tanpa gula.

Namun, penerapan cukai ini juga menuai sejumlah tantangan. Industri minuman berpemanis diperkirakan akan mengalami penurunan permintaan akibat kenaikan harga produk. Hal ini dapat mempengaruhi kelangsungan usaha, khususnya bagi produsen kecil yang belum mampu beradaptasi dengan permintaan pasar yang berubah. Di sisi lain, konsumen berpenghasilan rendah juga mungkin merasakan beban tambahan dari kenaikan harga, mengingat minuman berpemanis yang selama ini terjangkau akan menjadi lebih mahal.

Kebijakan ini juga memunculkan kekhawatiran akan dampak pada tenaga kerja di sektor industri minuman. Jika permintaan produk turun signifikan, produsen mungkin terpaksa melakukan efisiensi biaya, termasuk pengurangan tenaga kerja. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk tidak hanya mengatur tarif cukai, tetapi juga menyediakan insentif bagi produsen untuk berinovasi serta memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya konsumsi gula yang sehat.

Pengenaan cukai pada minuman berpemanis adalah langkah penting untuk menciptakan masyarakat yang lebih sehat sekaligus meningkatkan penerimaan negara. Namun, keberhasilannya tidak hanya bergantung pada implementasi kebijakan, tetapi juga pada dukungan dan sinergi dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, industri, dan masyarakat. Dengan perencanaan yang matang dan pengawasan yang baik, kebijakan ini dapat menjadi katalisator perubahan gaya hidup masyarakat Indonesia ke arah yang lebih sehat. Pada akhirnya, siapa yang diuntungkan? Jika kebijakan ini berhasil, semua pihak, baik masyarakat, sistem kesehatan, maupun negara, akan menjadi pemenangnya.


Tinggalkan Komentar