telusur.co.id - Pernyataan nelayan yang tergabung dalam Jaringan Rakyat Pantura (JRP) Kabupaten Tangerang, Banten, yang mengaku membuat pagar laut berbahan bambu yang terbentang sepanjang 30,16 kilometer secara swadaya, diklaim untuk menahan abrasi, gelombang tsunami, sungguh tidak meyakinkan.
Menurut Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI) Mulyanto, seebelum diimplementasikan pada skala luas, secara teknis perlu dilakukan uji laboratorium untuk membuktikan efektivitasnya.
Karena, berdasarkan hasil diskusi terbatas ilmuwan dan pakar MITI dari BPPT dan BRIN, disimpulkan bahwa untuk menahan abrasi pantai, penggunaan bambu memang dimungkinkan, namun perlu perlakukan khusus mengingat sifat bambu yang memiliki umur pakai terbatas, terutama jika tidak diawetkan. Pemeliharaan rutin diperlukan untuk mengganti batang bambu yang lapuk atau rusak.
"Pada kondisi gelombang besar, seperti tsunami dengan energi tinggi, pagar bambu tidak efektif, paling-paling hanya mampu untuk mengurangi sebagian kecil energi gelombang laut dan bukan sebagai solusi tunggal," terang Mulyanto, Selasa (14/1/25).
Mulyanto menambahkan, kekuatan struktur pagar bambu di laut dipengaruhi oleh kualitas bahan, metode pemasangan, desain struktur, dan kondisi lingkungan sekitar.
Ketika semua faktor ini dipertimbangkan dengan baik, pagar bambu mungkin dapat menjadi solusi yang efektif, ekonomis dan berkelanjutan untuk mitigasi abrasi pada kekuatan gelombang tertentu, terutama jika dipadukan dengan pendekatan ekosistem lainnya.
Kombinasi pagar bambu dengan vegetasi pantai seperti mangrove atau cemara laut dapat meningkatkan efektivitas mitigasi karena akar-akar vegetasi memberikan stabilitas tambahan pada substrat.
Mulyanto menilai, dalam kasus pemasangan pagar bambu di pantai utara Laut Jawa terjadi hal yang kontradiktif. Di satu sisi dipasang pagar laut sederhana, yang katanya untuk menahan tsunami dan abrasi pantai sepanjang lebih dari 30 kilometer, sementara di Pulau Cangkir dan Pulau Cinta tidak jauh dari lokasi pagar laut bambu tersebut, terjadi abrasi pantai yang memprihatinkan.
Hal tersebut diduga karena pengerukan pasir secara massif oleh pengembang PIK 2 yang menyebabkan ombak dan arus laut semakin deras.
Menurut laporan tokoh nelayan di kedua pulau tersebut, kawasan abrasi sudah menenggelamkan pantai hampir sepanjang 500 meter dari bibir pantai sekarang. Syukurnya masih dapat tertahan karena adanya vegetasi pantai seperti mangrove atau cemara laut yang ditanam secara swadaya.
Untuk diketahui, pagar laut Tangerang sepanjang 30,16 kilometer yang terbentang dari Desa Muncung hingga Pakuhaji ini dibangun agak jauh dari pantai dan memiliki struktur yang sangat sederhana, terdiri dari bambu setinggi rata-rata enam meter, dilengkapi dengan anyaman bambu, paranet, dan pemberat dari karung pasir.[Fhr]