Naikan Iuran BPJS,  NasDem Duga Jokowi Tak Paham Esensi Putusan MA - Telusur

Naikan Iuran BPJS,  NasDem Duga Jokowi Tak Paham Esensi Putusan MA


telusur.co.id - Partai NasDem menduga, Presiden Joko Widodo tidak paham esensi dari pembatalan kenaikan BPJS yang diputuskan Mahkamah Agung (MA). 

Ketua DPP Partai NasDem, Okky Asokawati, mengatakan materi yang tertuang di Perpres No.64/2020 secara substansial tidak berbeda dengan Perpres No.75/2019 yang telah dibatalkan oleh MA.

“Jadi, besar kemungkinan Perpes 64/2020 akan dibatalkan MA,” ujar Okky di Jakarta, Jumat (15/5/20).

Okky menjelaskan, perbedaan Perpres 64/2020 dengan Perpres 75/2020 hanya menunda kenaikan pembayaran khususnya di kelas III pada awal tahun 2021. Padahal, kata Okky, MA dalam putusannya membatalkan norma di Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Perpres 75/2019.

“Nah di Pasal 34 ayat (1) Perpres 64/2020 hakikatnya sama dengan norma yang dibatalkan oleh MA. Norma saat ini hanya menunda kenaikan kelas III hingga awal tahun 2021. Adapun kelas II dan kelas III hanya dikurangi Rp10.000 dari rencana sesuai Perpres 75/2019 dan efektif pada awal Juli mendatang,” tuturnya.

Dia mengingatkan, salah satu pertimbangan hakim MA dalam putusan atas pembatalan norma di Perpres 75/2019 karena terdapat kewajiban negara untuk menjamin kesehatan warga serta kemampuan warga negara yang tidak meningkat.

“Dari pertimbangan hakim ini saja, penyusun Perpres 64/2020 ini tampak gagal paham dalam memahami pertimbangan dan putusan MA,” ucap Okky.

Mantan Anggota Komisi Kesehatan DPR itu mengatakan, secara obyektif kondisi masyarakat saat ini makin sulit imbas dampak pandemi Covid-19. Situasi tersebut juga diamini pemerintah dengan program jaring pengaman sosial (social safe net).

Namun sayang, kenaikan iuran BPJS Kesehatan justru menabrak spirit yang terkandung dalam pertimbangan dan putusan MA terdahulu. “Saat ini kondisi ekonomi masyarakat justru makin parah dibanding saat MA membatalkan Perpres 75/2019 pada 27 Februari 2020 lalu, dimana Indonesia belum terdampak Covid-19,” tutur Okky.

Menurut dia, jika menyitir kajian KPK semestinya iuran BPJS Kesehatan tak perlu naik. Sejumlah rekomendasi KPK terkait persoalan BPJS Kesehatan ini di antaranya agar Kementerian Kesehatan menyusun Pedoman Nasional Praktik Kedokteran (PNPK) yang hingga Juli 2019 lalu baru 32 PNPK dari target sejak 2015 sebanyak 80 PNPK.

“Dalam kajian KPK ketiadaan mengakibatkan pengobatan yang tidak perlu (unnecessary treatment),” ucap Okky. Selain itu, KPK juga merekomendasikan agar Kemenkes memberi pilihan pembatasan manfaat untuk penyakit katastropik, yakni penyakit akibat gaya hidup.

KPK menyebutkan, jika terdapat pembatasan manfaat untuk jenis penyakit ini dapat mengurangi potensi pengobatan yang tidak perlu sebesar 5-10 persen. “Jadi, banyak opsi yang bisa dilakukan Kemenkes dan BPJS Kesehatan selain menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Ini persoalan mau atau tidak,” tukasnya.[Fhr]


Tinggalkan Komentar