Telusur.co.id - Oleh : Nurendra Bagas Prakoso, S.Ak.
“Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan lautan menjadi tintanya, ditambahkan kepadanya tujuh lautan lagi, setelah keringnya, niscaya tidak akan habis habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah maha perkasa dan maha bijaksana.” (Al Luqman ayat 27)
Ayat kitab suci di atas menggambarkan betapa tinggi bahasa dan kiasan Allah dalam Al-Qur’an, tidak juga bermakna, namun indah bagaikan puisi yang mampu menggetarkan hati siapapun hamba-Nya yang beriman.
Seperti puisi dan lirik lagu, yang dia dapat bercakap-cakap dengan kalbu bagi yang membaca maupun yang mencari makna arti keberadaan dan eksistensi dirinya sebagai hamba. Bahkan dia seperti berdialog dengan diri kita, pikiran kita dan juga kalbu kita.
Salah satu kata-kata Allah di dalam surat Al Anfal, Allah mengatakan, “Sesungguhnya orang- orang yang beriman ialah mereka yang apabila disebut nama Allah begetarlah hatinya, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatnya (kalimatillah) maka bertambahlah imannya….”
Ayat ini berisi informasi dan penanda keimanan seseorang, juga bagi sebagian orang, menjadi tolak ukur yang meragukan apakah dirinya beriman atau tidak. Maka tidak heran apabila Al-Qur’an dibacakan dengan indah seperti menusuk dihati bagi yang mukmin atau bahkan fenomena Non-muslim yang mengagumi alunan dan iramanya, tak terasa menetes air mata, entah apa yang memukul hatinya. Bahkan mungkin Arti atau maknanya saja tidak tahu, apalagi bagi mereka yang mengerti makna dibalik bacaan itu.
Sepertinya fitrah hati manusia tersambung dengan keajaiban kalimat Allah ini, ayat yang muncul sebagai pengukur, pembeda, hukum, dan penyembuh bagi hambaNya yang tuning.
Cerita Umar Ibn Khatab, Amirul Mukminin, saat masih tercover pikirannya dengan kewibawaan tradisi agama nenek moyang yang dibangga-banggakan kala itu, tiba-tiba hatinya menjadi cair, pikirannya menjadi lunak dan Air matanya mengalir seketika saat dia membaca beberapa ayat Al-Qur’an.
Jika kata-kata-Nya tak bermakna atau tidak hidup maka tidak akan bergerak menyentuh pikiran dan kalbu, maka wajar Allah menantang para penulis sombong seantero jagat yang ragu akan kebenaran Al-Qur’an, “Dan jika kamu meragukan (Al-Qur'an) yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad), maka buatlah satu surah semisal dengannya dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. Tantangan berumur 1400 tahun itu hingga sekarang tidak ada yang mampu melakukannya.”
Kita pun tahu Al Quran yang ribuan ayat ini dijamin mudah untuk dihafal, tergaransi langsung oleh Sang Pemiliknya. Tidak ada yang bisa membantah bahwa, dari usia dini, remaja hingga kakek-nenek di seluruh belahan dunia banyak yang mampu menghafalkan Al-Qur’an.
Andaikan detik ini semua mus’af Al-Qur’an dibakar habis oleh para hatersnya seperti kasus “kebebasan” di Swedia, umat muslim tidak gusar, karena dalam waktu satu malam pasti ada yang mampu menuliskan kembali, dan hampir dipastikan dari negara manapun yang
menuliskan pasti isinya sama!.
Kitab ini bergaransi dari Sang pembuatnya, “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an, dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya”. (QS. al-Hijr, 15:9). Al Quran sangat mampu menyembuhkan dirinya sendiri dan sebagai penyembuh. Bagaikan obat, Al Quran seperti Apotik, obat untuk hati, pikiran linglung, kehilangan arah, atau bahkan putus cinta.
Maka dari sekian banyak Nabi yang bermukjizat “kesaktian”. Baginda Nabi Muhammad lah yang memiliki mukjizat berupa ayat Ultimate. Apabila nabi sebelumnya diberikan “kesaktian” atas seizin Allah,pasti hanya akan dapat dilihat oleh umat yang sezaman dengan nabi tersebut, namun lama kelamaan “kesaktian” ini akan luntur, karena hanya cerita generasi ke generasi. Karena mukjizat berjenis “jalan di air” seperti nabi Musa AS, membangkitkan orang mati seperti nabi Isa AS, dan banyak lagi mukjizat nabi yang lain sepertinya tidak masuk akal.
Maka di masa depan setelah beberapa generasi dari umat yang sezaman dengan nabi tersebut akan menjadi dongeng belaka. Namun Al-Qur’an sebagai mukjizat memiliki banyak macam variable isinya, memang salah satunya bercerita tentang mukjizat nabi namun dia pun juga menyampaikan tentang hal yang sifatnya scientific.
Dimana fenomena alam yang diceritakan dalam Al-Qur’an tentang atmosfer, kejadian manusia, hewan, tumbuhan, dan bahkan tentang benda-benda langit yang dapat terbukti menjadi fakta di abad sekarang dengan instrumen yang sangat canggih.
Betapa beruntungnya umat Nabi Muhammad, sepertinya Sang maha pengasih memberikan kemudahan berlebih begitu pula ampunan-Nya kepada umat Nabi Muhammad SAW.
Walapun kita tahu, Baginda nabi selalu meminta khusus untuk umatnya kepada Allah, dengan berdzikir hingga menangis dan Arsy-Nya bergetar kencang. Bahkan dalam sakratul mautnya Sang Kekasih kita ini yang selalu memikirkan nasib ummatnya. Kenapa saya menulisakan di awal pujian untuk Al-Quran. Semua tidak lepas dari perhatian Allah kepada ummat Nabi Muhammad SAW.
Coba kita bayangkan tentang bulan Ramadan ini, perintah puasa yang turun kepada kita seperti umat yang terdahulu. Namun yang ini berbeda dari umat sebelumnya, di dalamnya terdapat banyak Maghfirah dan ampunan. Salah satunya Allah memberikan kekhususan pada turunnya Al-Qur’an di bulan Ramadan, Nuzulul Qur’an.
“Bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia, dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda. Karena itu, barang siapa diantara kamu hadir (dinegeri tempat tinggalnya) dibulan itu, maka hendaklah ia berpuasa dibulan itu…” (Al-Baqoroh; 185).
Turunnya Al-Qur’an pada bulan Ramadhan ini berupa hikmah, ilmu, peringatan dan pengingat bagi hambaNya. maka turunnya Al-Qur’an ini bagaikan resepsi pernikahan, acara yang penuh harapan, kasih saying dan cinta. Dimana para penerima hikmah yang cerdas akan seperti terlahir kembali dengan prinsip-prinsip kehidupan yang lebih matang.
Hadis Riwayat Ibnu Abbas RA, “Al-Qur’an diturunkan sekaligus ke langit dunia pada mala Qadr, kemudian diturunkan sesudah sepanjang 20 tahunan”, pada kutipan Al-Qur’an, “Sesungguhnya kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan” (Al Qadr; 1).
Terkadang manusia dengan banyak aktifitas dan permasalahannya di dunia ini lupa bahwa hati nya terasa kosong. Rasa penat dan bosan selama menjalani kehidupan yang begitu banyak tantangan. Tantangan cicilan mobil, rumah, dll.
Tantangan pekerjaan yang semakin lama menekan fisik dan pikiran. Dengan perintah berpuasa ini Allah benar-benar mengetahui bahwa hambaNya perlu dipersiapkan untuk terbuka hati dan pikirannnya menerima hikmah Al-Qur’an.
Syaikh Al Jalaludin Rumi dalam tulisanya bahwa “Ada rahasia tersimpan dalam perut kosong. Kita ini cuma alat musik petik, tak lebih dan tak kurang. Jika kotak suaranya penuh, musik pun hilang. Maka bakarlah habis segalanya yang mengisi kepala dan perut dengan menahan lapar, maka setiap saat irama baru akan muncul dari api kelaparan yang berkobar.”
“Tabung Resonansi” yang terletak dalam kalbu perlu kita bersihkan, selayaknya puasa adalah api yang membakar, membakar nafsu dan keinginan duniawi pun akan terbakar, kata Maulana Jalaludin Rumi.
Setelah ini semua, maka ketenangan dalam hati dan pikiran terhadap tekanan hidup bagaikan gunung, di sulap menjadi bulu yang ringan. Karena kita tahu bahwa. masalah yang kita dapatkan berasal dari Dzat yang mengasihi dan mencintai kita.
Sering kita dengar kata cinta dari mahluk, yang awalnya manis berakhir pahit. Harapan yang kita gantungkan pada mahluk sering menyakitkan hati. Atau pada kebendaan seperti harta, mereka hampir seperti fatamorgana. Kelihatan seperti air yang menyegarkan tapi malah membuat haus, membuat kita makin tamak dan rakus. Sama sekali tidak menenangkan.
Sepertinya kita menjatuhkan cinta pada sesuatu yang salah. Sifat cinta ini begitu mengubah semuanya dalam diri kita, bahkan dikatakan oleh guru sufi, orang yang terjangkit penyakit ini tidak ingin disembuhkan!
Konsep Cinta ada beberapa hal, salah satunya memberi dan mengasihi tanpa berharap kembali. Banyak puisi-puisi yang mencoba mendefinisikan tentang cinta. Tapi semuanya berisi tentang dampak dan ciri orang yang mencintai sesuatu. Hati dan pikirannya seperti dikuasai oleh sesuatu.
Akhirnya, kita akan berfikir seperti apa jika seseorang mencintai kita. Siapa yang bisa memberikan semua hal yang kita butuhkan tanpa berharap kembali. Sering kita mengejar manusia atau kebendaan begitu keras namun berakhir dengan kecewa, karena tidak sesuai dengan harapan.
Mari kita beriktikaf di dalam kalbu kita tempat bersemayamnya kejujuran. Dalam tubuh manusia yang rumit ini, berisikan 90% air, membutuhkan banyak mekanisme kimiawi di dalamnya.
Selain makan dan minum manusia membutuhkan oksigen untuk hidup, selain itu propernya lingkungan untuk hidup. Bumi saja disetting begitu terperinci. Kita bayangkan jika Sang Creator lupa untuk membuat atmosfer maka pancaran sinar UV akan membakar semua yang ada di bumi. Nikmat ini saja jika dihitung tidak akan sepadan dengan ibadah kita yg bolong-bolong. Atau bahkan dibayar dengan dzikir dari pagi hingga petang tiap hari.
Inilah Cinta yang tersirat di alam oleh pencipta kita. Atau jika kita balik dengan konsep maksiat, hal yang paling dibenci oleh pencipta kita, dengan ribuan dosa yang dilakukan kita tiap hari, malah dijanjikan olehnya lautan maaf jika hambanya bertobat.
Sungguh Janji Suci yang luar biasa. “Apabila seorang hambaku mendekati Ku dengan berjalan maka aku akan mendekatinya dengan berlari” (hadis Qudsi, HR Bukhari dan Muslim).
Pernah dikisahkan cerita tentang seorang badui yang berdzikir mengelilingi ka’bah dengan menyebut salah satu nama Allah yang pemurah yaitu ya Karim!, lalu Nabi mengikutinya dan bercakap-cakap dengan arab badui ini. Singkat cerita turunlah salam dari Allah melalui malaikat Jibril yang mengatakan tentang perhitungan diakhirat kelak menimbang amalan yang baik yang kecil maupun yang besar.
Badui ini menimpali dengan menggugat Allah dengan membuat perhitungan yang di sampaikan kepada Nabiullah kita, badui ini mengatakan, “Jika Allah menghitung semua amal hamba, maka hamba akan membuat perhitungan denganNya, jika Allah memperhitungkan dosa-dosa hamba, maka hamba akan memperhitungkan betapa besar maghfirah-Nya. Jika Allah memperhitungkan maksiat hamba, maka hamba akan memperhitungkan betapa luas pengampunan-Nya. Jika Allah memperhitungkan kekikiran hamba maka hamba akan memperhitungkan pula kedermawanannya.”
Mendengar ucapan arab badui itu seketika Kekasihku, Nabiullah Muhammad tak kuat menahan tangisnya. Air mata meleleh dari manusia yang mulia itu karena ucapannya begitu “HAQ”.
“Maka Allah menyampaikan salam kembali melalui Jibril AS, dan berpesan jangan lah menangis wahai Muhammad, Arsy telah berguncang karena tangisan mu. Penduduk Arsy sejenak lupa akan tasbih dan tahmidnya. Allah tidak akan menghitung maksiatnya dan Allah telah mengampuni semua kesalahannya dan ia akan menjadi temanmu di Surga.”
Jarang para hamba sadar bahwa, dia memiliki Tuhan yang Maha pengampun. Maha pemberi rahmat. Ibadah begitu tegang yang penuh dengan syarat. Kadang pula berdebat panjang soal syariat hingga berujung putusnya tali silaturahmi. Atau menjadikan “ketaatan” individunya sebagai pisau untuk menjustifikasi orang lain. Padahal itu semua tidak mampu menggantikan nikmat dan ampunan dari Sang pengampun, yang suka mengobral Cinta bagi hambanya yang sadar dan mengenal diri-Nya.
Bagaimana tidak diobral cinta-Nya, manusia ini adalah puncak penciptaan, terbaik diantara penciptaan. Pasti selalu disayang, selalu dicinta, dan dipikirkan-Nya.
“Jika kamu tersesat, apakah Dia tidak khawatir atau sedih, ya pastilah! Karena Dia cinta sama kamu! Dia selalu menunggu tangisan taubatmu, dia selalu menunggu sujud mu, permintaan- permintaanmu, Dia selalu menunggumu pulang!”, “akui saja sejujur-jujurnya selama ini kamu bodoh dan lupa, rayu minta cinta-Nya kembali,” begitulah nasihat dari penulis yang fakir ini kepada pembaca dan untuk penulisnya.
Pertemuan kita dengan Ramadan ini sangatlah spesial jika kita bicara obral Cinta-Nya. Bagaimana tidak, lihatlah sekeliling kita ada yang tidak sempat bertemu kembali dengan bulan yang mulia ini. Sayangnya hamba ini sering lupa mengejar itu, lebih tertarik dengan obral harga baju lebaran.
Nuzulul Qur’an digabung dengan Lailatul Qadr begitu istimewa di bulan Ramadan ini. Hadiah khusus bagi hambanya. mengapa obral?!, bayangkan satu hari khusus turun semua malaikat seperti merayakan hari raya, tak terkecuali Jibril As pun ikut. Padahal jarang-jarang beliau ikut turun jika tidak ada Sang kekasih Allah di bumi.
Lalu di malam itu, mereka membawa keberkahan, penuh keselamatan, membawa doa-doa hambaNya untuk dikabulkan, membawa pesan ampunan dari segala dosa hamba-hambaNya, dan mereview kembali takdir.
Saya meyakini bahwa, kita semua adalah para pencari teduh, Dari teriknya permasalahan hidup kita dan kekosongan hati kita. Apa yang memenuhi hati kita selain Cinta-Nya perlu kita buang ke recycle bin. Tenang saja jika hati kita rusak kembalikan pada pabrikNya insyallah garansinya seumur hidup, tapi juga jangan lalai menunggu kain pocong diikatkan.
Maka Kalbu kita harus mampu merefleksi Cinta-Nya kepada kehidupan kita sehari-hari, atas pancaran sinar asmaul husna-Nya harus begitu nyata, sehingga mampu menata kembali kesalihan sosial kita.
Transformasi diri kita setelah malam kemuliaan menjadi tolak ukur penting. Tidak mungkin kalbu yang telah berisi muatan Cinta-Nya menjadi cuek dengan kesenjangan, ketidakadilan, dan kemerosotan moral. Apapun cara dan karakternya pastilah kita memiliki kepedulian tentang itu.
Maka prinsip “khalifatul fil Ard” menjadi mode ON. Tapi hindarilah sikap sombong karena itu bajunya Allah, kita tidak pernah bisa mengerti misteri Cinta-Nya kepada hamba-hambaNya, apa yang lebih indah di dalam hidup ini, jika tidak mencintai dan dicintai oleh Sang Pemilik Sejati.
*Penulis adalah Ketua BPC HIPKA Surabaya.