Oleh: Suroto*
SALAH satu sumber utama penindasan adalah penguasaan atas kekayaan, penguasaan atas properti. Mereka yang memiliki kekayaan atau properti lebih banyak, menjadi penguasa atau pengendali keputusan hidup manusia sehari hari.
Segelintir elit kaya, para penguasa properti penting seperti perusahaan dan tanah, hingga hari ini tetap terus kuasai umat manusia. Keputusan nasib hidup manusia di perusahaan dan kehidupan berbangsa dan bernegara kita dikuasai oleh mereka, segelintir elit kaya dan elit politik atau oligarki itu.
Para oligarki itu anggap manusia, para pekerja di perusahaan hanya sebagai alat bagi pengejaran dan penumpukan keuntungan / profit. Rakyat, warga negara, hanya dianggap sebagai hitungan statistik pensuplai tenaga, pembeli produk perusahaan, dan penggembira demokrasi. Alam raya seluruhnya ini hanya dianggap sebagai pemuas nafsu keserakahan mereka.
Para pekerja/ buruh nasibnya ditentukan oleh mereka. Barang dan jasa serta harganya ditentukan oleh para pemilik modal perusahaan. Siapa yang menjadi penguasa pemerintahan negara ditentukan oleh selera mereka. Kearah mana pembangunan ditujukan bagi pemenuhan kepentingan mereka.
Disadari atau tidak, hingga hari ini, sistem kapitalisme oligarki nan patriarkis itu terus langgeng. Opresi kemanusiaan oleh pemilik modal perusahaan itu masih terus terjadi. Sistem kapitalisme patriarkis yang tempatkan pemilikan modal sebagai dasar pengambilan keputusan perusahaan sebagai sumber penghidupan sehari hari masih terus terjadi.
Mereka yang kaya raya semakin menjadi jadi. Mereka bahkan dengan penuh keserakahan terus berusaha mengakumulasi kekayaan tanpa henti dan kuasai bangsa dan negara ini.
Mereka tak hanya kuasai hidup kita di perusahaan, tapi juga tentukan selera politik kita dalam berbangsa dan bernegara. Partai politik dibentuk untuk mereka kuasai. Melalui sistem demokrasi palsu mereka rekayasa siapa yang jadi pemimpin kita.Keputusan terbaik bagi perusahaan mereka, bagi kepentingan mereka, dianggap sebagai keputusan terbaik bagi masyarakat dan negara. Segala bentuk kejahatan mereka lolos dari meja hijau demokrasi palsu yang telah mereka tentukan.
Reaksi Moral
Kita hari ini begitu membenci sistem oligarki itu. Sistem kapitalisme patriarkis yang menindas itu. Tapi kebencian itu hanya termanifestasi sebatas reaksi moral.
Kita membenci pemilik perusahaan besar yang semena mena terhadap pekerja. Kita memaki para politisi busuk yang ciptakan regulasi dan kebijakan yang menindas kita.
Kita dibuat tak memiliki kekuatan untuk lakukan perubahan sistem oligarki kapitalis patriarkis itu. Kita hanya mampu membuat tuntutan moral sebagai reaksi. Semua tuntutan menguap tanpa adanya perubahan sistem.
Muara dari itu semua sebetulnya kita sudah tahu, dikarenakan sumber masalah terbesar munculnya penindasan dan pelecehan kemanusiaan adalah bersumber pada pemilikan dari kekayaan.
Perubahan Sistem
Logika dasar penguasaan atas sumber kekuasaan itu adalah karena kepemilikan properti terutama perusahaan dan tanah. Sistem kapitalisme yang jadikan modal finansial sebagai alat penentu keputusan perusahaan.
Berangkat dari logika tersebut maka, sesungguhnya kita punya cara untuk merombak sistem kapitalisme tersebut. Kita sebetulnya masih bisa melawan dengan cara kita.
Salah satu cara terpenting adalah membalik logika dasar sistem kapitalisme yang jadikan modal sebagai alat penentu itu. Kita balik logikanya bahwa manusia dalam hak haknya yang setara yang jadi penentu dari pengambilan keputusan perusahaan sebagai sumber akumulasi keuntungan dan kekayaan itu.
Pada tahun 1844 silam, sebuah gerakan perjuangan untuk kesetaraan masyarakat itu sebetulnya sudah dimulai. Gerakan yang akui persamaan perempuan dan laki laki ini menentang langsung sistem kapitalisme oligarki yang patriarkis dalam praktek hidup sehari hari. Namanya gerakan The Equitable Society of Pionners of Rochdale, atau gerakan pionner masyarakat setara dari Rochdale, Inggris.
Gerakan ini di Jerman disebut sebagai der Gennonsenschaft, gerakan persaudaraan, di Scandinavia disebut sebagai Andeelslag, sebagai gerakan penghargaan atas semua partisipasi orang atas tenaga, pikiran dan modal. Di Spanyol digerakkan sebagai semangat Autharky, semangat untuk penuhi kebutuhan hidup sendiri. Gerakan tersebut di Indonesia disebut sebagai gerakan kooperasi. Gerakan kerjasama atas umat manusia yang akui persamaan baik untuk perempuan dan laki laki.
Saat ini, gerakan inindi seluruh dunia telah meliputi 1,2 milyard orang. Mereka telah kembangkan layanan kebutuhan di semua sektor sosial ekonomi. Mereka di banyak negara telah berhasil ciptakan toko, supermarket, lembaga keuangan, perusahaan pertanian, perikanan, kehutanan, platform, dan bahkan layanan publik seperti rumah sakit, sekolah, dan kampus.
Saat ini, di Hari Perempuan Internasional ini, saya berharap perubahan besar terhadap sistem kapitalisme oligarkis nan patriarkis itu mendapat penentangan serius dari para Perempuan seluruh dunia, bersama kaum laki laki yang akui kesetaraan umat manusia. Bersama sama kembangkan sistem koperasi. Untuk akhiri ketidakadilan terhadap Perempuan yang terjadi sejak dsri jaman purba.
Saatnya kita butuh kesetaraan dalam pengambilan keputusan dalam urusan hidup kita keseharian di perusahaan. Sebab inilah awal dari sumber pelecehan dan penindasan perempuan di keseharian.
Untuk seluruh perempuan di seluruh dunia, mari kita berjuang bersama untuk hapuskan ketidaksetaraan dan penindasan dari sistem kapitalisme, sistem oligarki, sistem patriarki. [***]