Pajak Karbon: Kunci untuk Masa Depan yang Berkelanjutan atau Beban Tambahan bagi Rakyat?  - Telusur

Pajak Karbon: Kunci untuk Masa Depan yang Berkelanjutan atau Beban Tambahan bagi Rakyat? 


Telusur.co.id -Penulis: Aliyya Winnie Apsari dan Vira Andirozse Ahsa, Mahasiswi S1 Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia.

Permasalahan lingkungan yang makin memburuk dari hari ke hari mendorong pemerintah untuk menyusun kebijakan dalam rangka menangani aktivitas yang menghasilkan eksternalitas negatif. Berangkat dari fenomena tersebut, pemerintah menyusun kebijakan pigouvian tax berupa pajak karbon. Namun, rencana penerapan pajak karbon terus mengalami penundaan sehingga memunculkan berbagai asumsi, khususnya dari masyarakat. Masyarakat menjadi skeptis apakah pemerintah sudah benar-benar siap dalam implementasi pajak karbon atau malah salah sejak penyusunannya. Dapat dilihat dari penetapan tarif pajak karbon yang mengalami perubahan membuktikkan bahwa pemerintah tidak memiliki dasar yang kuat dalam penyusunan kebijakannya. Pemerintah merasa dilema jika menetapkan tarif tinggi akan memberatkan bagi industri dan konsumen, tetapi jika tarif ditetapkan rendah, tujuan awal pemerintah untuk mengurangi emisi karbon sulit untuk tercapai. 

Penerapan Pajak Karbon menjadi isu kontroversial karena berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi, menurunkan kesejahteraan sosial, dan melemahkan daya saing industri. Industri menjadi faktor penting dalam implementasi pajak karbon karena ketidaksiapan sektor industri menjadi salah satu alasan penundaan implementasi pajak karbon. Pajak karbon yang dikenakan pada industri selaku subjek pajak utama dari pajak karbon akan menaikkan biaya produksi yang senantiasa berdampak pada harga jualnya. Ketika harga jual meningkat, maka tingkat daya beli masyarakat akan menurun. Selain itu, masyarakat yang berpenghasilan rendah akan merasakan beban yang lebih besar dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Pemerintah dapat meringankan beban industri dengan memberikan insentif pada sektor-sektor industri yang menyumbang banyak emisi karbon. Langkah awal yang dapat dilakukan pemerintah seiring dengan pemberian insentif adalah membuat sektor industri menjadi sustainable dari hulu ke hilir dengan tidak mengandalkan peralatan yang masih bergantung pada emisi karbon dan menggunakan teknologi yang tidak menimbulkan emisi karbon. Langkah ini tentunya membutuhkan dukungan dari pemerintah, baik dalam bentuk insentif maupun bantuan teknis. Misalnya, industri yang berdedikasi untuk berpindah ke teknologi rendah emisi akan mendapat subsidi dari pemerintah. Di lain sisi, pemerintah juga harus menyusun dan menerapkan regulasi yang lebih ketat pada sektor-sektor ekonomi yang belum berupaya untuk mengurangi emisi karbon. 

Berbagai negara memiliki komitmen yang sama untuk mengurangi gas rumah kaca yang disebabkan oleh emisi karbon. Komitmen tersebut bertujuan agar bumi kembali ke kondisi yang seharusnya dan berkelanjutan. Namun, di sisi lain, tambahan pungutan kepada masyarakat berupa pajak karbon dapat menambah beban karena dalam kehidupan sehari-harinya, masyarakat sulit untuk lepas dari aktivitas yang terkait dengan pajak karbon. Terlebih lagi, masih terbatasnya alternatif pilihan energi yang lebih ramah lingkungan. Meski biaya hidup meningkat, masyarakat akan tetap menggunakan sumber energi dan transportasi yang menyumbang emisi karbon. Hal tersebut dapat dilihat dari masyarakat yang masih bergantung pada kendaraan pribadi dan masih

belum bisa mengurangi penggunaan listrik. Oleh karena itu, dikhawatirkan bahwa kebijakan pajak karbon hanya akan mempengaruhi beban ekonomi tetapi tidak diseimbangi dengan perubahan substansial dalam pola konsumsi energi. 

Jika pemerintah ingin pajak karbon menjadi instrumen yang efektif dalam rangka mencapai masa depan yang berkelanjutan, diperlukan intervensi dari pemerintah agar dapat menemukan jalan tengah. Mengenai ketergantungan masyarakat terhadap kendaraan pribadi, pemerintah dapat membangun infrastruktur transportasi yang terintegrasi agar dapat menjangkau seluruh wilayah tempat tinggal masyarakat. Sedangkan upaya agar masyarakat dapat mengurangi penggunaan listrik dapat dilakukan dengan memberikan beberapa alternatif pilihan energi terbarukan kepada masyarakat, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Meski biayanya lebih mahal dibandingkan listrik yang berbasis fosil, pemerintah dapat memberikan subsidi untuk mendorong minat masyarakat beralih ke energi ramah lingkungan. Dengan demikian, penggunaan energi terbarukan dapat meningkat, sehingga ketergantungan pada listrik berbasis bahan bakar fosil pun berkurang. Selain itu, pemerintah harus memiliki langkah yang bijaksana dalam spending yang didapatkan dari pajak karbon. Pendapatan yang didapat dari pajak karbon harus dialokasikan untuk memperbaiki lingkungan yang telah rusak akibat aktivitas manusia selama ini secara transparan agar masyarakat tidak memiliki sentimen yang buruk terkait pungutan pajak karbon. 

Intervensi yang dilakukan pemerintah akan berhasil jika berbagai pihak bekerja sama, baik pemerintah maupun masyarakat yang sama-sama mengambil andil dalam pelaksanaannya. Selain itu, penyusunan regulasi yang matang dan implementasi yang tepat sasaran dapat menjadikan pajak karbon sebagai instrumen yang tidak memberatkan masyarakat sekaligus dapat menjadikan lingkungan menjadi berkelanjutan. 


Tinggalkan Komentar