telusur.co.id -JAKARTA - Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (Kabais) TNI, Laksda TNI Purn. Soleman B. Ponto menilai, Ombudsman Republik Indonesia (ORI) saat ini berada dalam titik yang paling rentan sejak lembaga tersebut berdiri.
Menurutnya, fungsi pengawasan pelayanan publik yang seharusnya menjadi benteng terakhir keadilan administratif, kini sering kali “tumpul di atas dan tak bertaji di bawah”.
Dalam pernyataan terbarunya, Ponto menegaskan bahwa, Ombudsman harus diperkuat, bukan hanya melalui regulasi, tetapi terutama melalui figur yang tepat, berintegritas, dan memahami arsitektur pengawasan secara holistik.
“Ombudsman bukan hanya lembaga penerima laporan. Ia harus menjadi pengawas efektif yang mampu mengurai penyimpangan administrasi dari pusat sampai daerah. Saat ini pengawasannya sering tidak mampu menembus birokrasi yang keras kepala,” tutur Ponto kepada media ini. Jumat, (14/11/2025).
Ponto juga menilai bahwa, tantangan Ombudsman modern sudah jauh lebih kompleks, mulai dari digitalisasi pelayanan, konflik kepentingan dalam birokrasi, hingga resistensi kementerian/lembaga terhadap rekomendasi ORI.
“Karena masalah semakin rumit, lembaganya butuh sosok baru yang bukan hanya paham hukum administratif, tetapi juga punya jam terbang intelijen, investigasi, dan keberanian moral,” tegasnya.
Dalam kesempatan itu, Ponto menyebut hanya sedikit figur nasional yang memenuhi syarat ideal untuk memperkuat Ombudsman.
Salah satu nama dari kandidat yang ada saya lihat ada nama kandidaat saat ini pejabat senior Kejaksaan yang dikenal luas karena rekam jejak integritas dan penguasaan multidisiplin mulai dari kemampuan analisa intelijen, penguasaan hukum, kebijakan publik, investigasi, audit forensik, hingga tata kelola pemerintahan. Ia sering menulis terkait kebijakan publik dan pelayanan publik yang berkaitan dengan hukum, pernah di Komisi ASN dikenal dalam membela dan melindungi ASN dari tindakan sewenang-wenang. Ini tipe yang tidak banyak muncul di negeri ini, imbuhnya.
Menurutnya, Ombudsman membutuhkan figur yang bukan hanya cerdas secara akademik, tetapi juga mampu membaca situasi lapangan, mengelola informasi, dan mengambil keputusan berani tanpa bias politik maupun kepentingan sempit.
“Kalau Ombudsman mau kembali kuat, lembaganya harus diisi figur yang bisa menjadi rujukan moral dan teknis.” lanjut Ponto.
Ponto mengingatkan bahwa rekomendasi Ombudsman saat ini terlalu sering diabaikan, baik oleh pemerintah daerah, kementerian, maupun BUMN. Kelemahan ini, menurutnya, muncul karena: Minimnya ketegasan struktur kepemimpinan, Kurangnya kemampuan investigatif teknis, Keterbatasan perspektif intelijen dalam mendeteksi maladministrasi, Tidak adanya figur perekat yang dihormati lintas sektor. Karena itu, ia menegaskan perlunya pembaruan struktural melalui figur yang kuat, profesional, dan berani bersuara.
Kritik Ponto mencerminkan kegelisahan publik yang menginginkan lembaga pengawas pelayanan publik itu kembali memiliki taring.
Dengan tantangan maladministrasi yang semakin kompleks, Ombudsman membutuhkan figur yang mampu mengangkat kembali martabat lembaga, sekaligus membawa standar baru dalam pengawasan pelayanan negara. (ari)



