Oleh: Suroto*
PADA tahun 2019, Bernie Sanders, kandidat presiden Amerika Serikat dalam Pemilu Presiden tahun 2020 pernah berkampanye tentang program sistem pembagian saham untuk buruh (Employee Share Ownership Plan's Democratic /ESOP Democratic). Sebuah ide untuk membagi kepemilikan saham perusahaan kepada buruh hingga tahap demokratis.
Ide pembagian saham demokratis ini tentu mengundang kontroversi, sebab idenya adalah ingin meningkatkan kepemilikan saham perusahaan untuk buruh hingga lebih dari 50 persen melalui skema ESOP. Ini artinya perlu dilakukan revisi terhadap Undang Undang Tentang ESOP Amerika Serikat yang secara terbatas telah diberlakukan sejak tahun 1974 dan direvisi terakhir tahun 1984.
Dari gagasanya tersebut, popularitas Bernie sempat meningkat tajam terutama di kalangan buruh dan anak anak muda. Namun gagasanya ini segera dipatahkan di internal Partai Demokrat sendiri dengan memilih seorang kandidat yang relatif konservatif dalam gagasan yang bernama Joe Biden.
Gagasan Bernie buru buru dituduh sebagai ancaman bagi banyak kalangan. Idenya yang sosialistik tersebut dianggap akan membahayakan bagi industri atau setidaknya memberikan goncangan ekonomi bagi Amerika Serikat yang sedang lakukan masa pemulihan ekonomi.
Jauh sebelum Bernie berkampanye, sebetulnya gagasan yang cukup radikal itu telah digaungkan oleh banyak Scholar di Amerika Serikat. Sebut misalnya Noam Chomsky yang menyarankan pengembangan model perusahaan demokratis di dalam semua sektor dengan kepemilikkan untuk semua pihak yang terlibat dalam perusahaan ( Chomsky, 2014). Gar Alperovitz pernah menulis artikel bernada provokatif untuk mengajak para pekerja-pemilik perusahaan bersatu lakukan perubahan besar di koran Times pada tahun 2011 dengan judul " Worker's-Owner,Unite!" ( Alperovitz, 2011). Sedangkan Joseph Stigliz dengan nada lebih konservatif memberikan peringatan agar para kapitalis belajar dari model perusahaan koperasi, untuk selamatkan masa depan mereka ( Stigliz, 2016).
Ide mereka hampir sama, bahwa demokratisasi kepemilikan dari perusahaan itu sangat penting. Sebab dengan adanya demokratisasi kepemilikan perusahaan maka perusahaan baru menjadi benar benar inklusif. Keputusan dan kontrol perusahaan itu akan bekerja untuk tujuan mencapai keadilan bagi semua.
Selain itu, melalui demokratisasi perusahaan juga aktifitas perusahaan akan benar benar dapat dikontrol oleh kepentingan banyak orang dan terutama pekerja yang selama ini turut menghasilkan produk dan keuntungan. Agar buruh tidak teraleniasi dari produk yang mereka hasilkan dan juga jadikan perusahaan sebagai fungsi layanan untuk memberikan manfaat bagi semua. Bukan hanya mengejar keuntungan bagi kepentingan investor semata.
Gagasan demokratisasi perusahaan itu pada akhirnya juga diharapkan akan mampu mengoreksi apa yang menjadi perdebatan serius tentang fungsi pasar. Mengembalikan fungsi pasar agar sungguh sungguh menjadi alat paling rasional untuk menciptakan indeks harga yang adil.
Dengan adanya model model perusahaan demokratis itu maka dengan sendirinya pasar yang demokratis atau pasar yang memihak kepada kepentingan banyak orang baru akan tercipta. Adagiumnya, tidak akan ada pasar yang adil jika tidak ada perusahaan perusahaan yang berperilaku adil dan dapat dikendalikan oleh banyak orang.
Perdebatan soal kepemilikan perusahaan ini memang sangat penting. Bahkan dapat dikatakan sejak kapitalisme mengalami eskalasi besar di masa Revolusi Industri di Eropa, kritik paling menonjolnya adalah bagaimana sesungguhnya sistem kepemilikkan dari perusahaan itu menjadi kunci karena perusahaan dapat dikatakan sebagai jantung dari aktifitas ekonomi.
Dari sejak lama, baik Sombart, Marx maupun Wallerstein menyajikan gagasan yang hampir sama, bagaimana fungsi modal dan kontrol itu dilakukan di perusahaan, bagaimana moda (cara) produksi yang adil itu dilakukan, dan bagaimana mengembangkan sistem pasar yang adil dan rasional dikembangkan.
Dalam konteks Indonesia, sesungguhnya kita bersyukur telah memiliki konsep demokrasi ekonomi yang dituangkan dalam Konstitusi. Ide yang dimotori oleh Bung Hatta ini sesungguhnya adalah gagasan yang sama dengan apa yang menjadi perdebatan serius para ilmuwan dunia untuk ciptakan kemakmuran yang adil bagi semua warga negara.
Jangkauan pemikiran soal masa depan terciptanya sistem pasar demokratis ini memiliki relevansi yang kuat untuk kita pikirkan saat ini. Sebab praktik sistem ekonomi kita saat ini telah menyimpang jauh dari Konstitusi. Sehingga kesenjangan ekonomi yang dapat kita lihat dari aspek kepemilikkan kekayaan sudah sangat akut dan bahkan dapat dikatakan ekstrim. Dimana indeks Gini Rasio Kekayaan kita sebagaimana dilaporkan oleh Suissie Credit Institute dalam sepuluh tahun terakhir dalam berbagai ukuran kedalaman kesenjangan ternyata jauh dari rata rata dunia ( Suroto,2023).[***]
*) Ketua AKSES (Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis) dan CEO Induk Koperasi Usaha Rakyat (INKUR)