telusur.co.id - Setelah peristiwa penusukan terhadap santri, hingga tewas, Kepolisian Resor Kota (Polresta) Cirebon menyatakan 'perang' terhadap premanisme.
Sebanyak 41 preman dan gelandangan diamankan Polresta Cirebon, Jawa Barat. Hal itu dilakukan dalam rangka mengantisipasi dan menakan tindak pidana jalanan.
"Ada 41 preman dan anak jalanan atau gelandangan yang kami amankan," kata Kapolresta Cirebon, AKBP Roland Ronaldy, di Cirebon, Selasa (10/9/2019).
Penagkapan, kata Roland, merupakan upaya pihak kepolisian untuk menjaga keamanan, agar masyarakat bisa beraktivitas dengan nyaman, tanpa ada rasa was-was.
"Ini wujud kehadiran kami untuk menjaga masyarakat dengan terus menindak sekecil apapun tindak pidana," kata dia.
Selain preman dan gelandangan, disampaikan Roland, jajarannya juga menyita minuman keras dari hasil operasi serentak yang dilakukan di beberapa titik.
"Kita juga mengamankan beberapa botol minuman keras, karena ini sumber dari kejahatan," katanya.
Sekedar informasi, dua pelaku yang melakukan penusukan terhadap santri Pondok Pesantren Husnul Khotimah, ternyata mengkonsumsi obat terlarang, saat menjalankan aksi kejinya itu.
Wakapolresta Cirebon, Jawa Barat, Kompol Marwan Fajrian, saat gelar perkara kasus penusukan santri, di Cirebon, Minggu (8/9/2019), mengatakan kedua pelaku yang berinisial YS dan R mengkonsumsi tramadol saat akan beraksi.
Marwan menuturkan, dengan adanya pengakuan dari pelaku yang sedang terpengaruh obat keras, maka pihaknya akan mengungkap dari mana barang haram tersebut didapat.
Konsumsi obat terlarang itu lanjut Marwan, juga mempengaruhi mental dari pelaku yang bisa tega menikam korban hingga tewas, meskipun itu di tempat ramai yaitu di jalan protokol Kota Cirebon.
"Mereka terpengaruh obat juga, sehingga berani mengeksekusi korban di tempat ramai."
Marwan menambahkan saat kejadian, kedua pelaku awalnya menuduh korban Muhammad Rozien (17) melakukan pemukulan terhadap rekannya, dan kemudian mereka menusuk di bagian dada sehingga korban meninggal dunia.
Ternyata tuduhan itu hanyalah modus pelaku, karena sesungguhnya mereka mengincar barang berharga milik korban berupa telepon genggam dan juga uang.
“Modusnya pelaku menuduh korban menganiaya rekannya dan nantinya akan dibawa ke tempat sepi untuk dimintai barang berharga, namun korban waktu itu melawan, sehingga pelaku menusuknya,” katanya.
Diberitakan, seorang santri Ponpes Husnul Khotimah Kabupaten Kuningan, bernama Muhammad Rozien (17) meninggal dunia pada Jumat (6/9) akibat ditusuk oleh kedua pelaku saat menunggu ibunya yang datang dari Kalimantan. [ipk]