telusur.co.id - Pemerintah diminta evaluasi pelaksanaan hilirisasi nikel yang berjalan selama ini. Pemerintah jangan terlalu bernafsu meningkatan kapasitas ekspor nikel yang mengakibatkan pasokan nikel di pasar internasional berlebih dan mengakibatkan harga anjlok. 

Menurut Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto, Presiden Joko Widodo harus mengkaji secara komprehensif program hilirisasi nikel demi optimalnya penerimaan keuangan negara dan kesejahteraan masyarakat.

"Jangan menguras cadangan nikel untuk produk setengah jadi seperti feronikel dan NPI (nickle pig iron) dengan harga jual murah seperti sekarang ini. Apalagi kalau industri ini menggunakan energi kotor dan limbahnya dibuang ke laut. Sementara operasional smelter dijalankan secara ugal-ugalan, sehingga telah banyak menewaskan pekerja," kata Mulyanto, ditulis Senin (12/2/24).

Mulyanto menduga, bila dihitung dengan cermat, jangan-jangan program hilirisasi yang dibangga-banggakan Jokowi malah merugikan. Dengan insentif besar yang diberikan Pemerintah untuk industri smelter, maka di saat harga jual nikel yang anjlok seperti sekarang ini, bisa jadi penerimaan negara malah minus bukannya untung.

"Dengan merosotnya harga nikel ini, tentu memukul pelaku usaha di sektor komoditas ini. Kalaupun penambang kita hari ini belum gulung tikar, seperti yang terjadi di beberapa negara penghasil nikel, ini karena sebagian tambang kita terintegrasi dengan smelter, serta ditopang oleh Pemerintah," jelas Mulyanto 

Untuk diketahui, harga nikel dunia terus melorot mulai Maret 2022 ketika harga nikel USD 48 ribu anjlok menjadi USD 19 ribu di Juli 2022. Harganya terus merosot hingga sekarang menjadi USD 15 ribu di tahun 2024. Kondisi tersebut ditengarai karena over supply produksi nikel Indonesia, selain juga karena faktor permintaan terhadap komoditas nikel yang lesu.[Fhr]