telusur.co.id - Pengamat Militer dan Pertahanan Keamanan Connie Rahakundini Bakrie menilai perang di Laut China Selatan (LCS) bisa saja terjadi. Namun bahaya sebenarnya, adalah upaya pembukaan paksa Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) di Timur dan Barat oleh AUKUS (Amerika Serikat, Inggris dan Australia).
"Kalau ALKI Timur Barat dibuka, maka seolah-olah tamu yang melintas rumah kita, kita tidak punya kemampuan dan ketegasan menjaga martabat kepentingan kita," kata Connie.
Ia mengungkapkan, dari dokumen AUKUS yang dia baca, kebijakan AUKUS yang berdampak negatif terhadap Indonesia, tidak hanya masalah nuklir saja, tapi juga akan mendikte kerjasama cyber, antariksa, intelejen dan lain sebagainya.
Menurut dia, dampak negatif tersebut, akibat posisi non blok Indonesia saat ini, sehingga membuat Indonesia sekarang 'terkepung'. Padahal non blok itu, yang dimaksud Bung Karno, bukan bersikap netral, tapi harus bersikap tegas untuk melindungi kepentingan nasional.
"Saya tertarik dengan pernyataan pembukaan Pak Anis Matta, langit kita terlalu tinggi, tapi kita terbang terlalu rendah. Dan hari ini kita telah membayar itu, kita selalu menentukan terbang terlalu rendah, padahal langit kita tinggi. Akibatnya, AUKUS dibentuk, sementara posisinya kita non blok. Posisi negara kita saat ini dalam tanda kutip terkepung," tandasnya.
Pakar Hukum Internasional Hikmahanto Juwana mengatakan, AS ingin mengamankan kepentinganya di Indo-Pasifik agar tidak didominasi. AS, kata dia, tidak ingin melihat Indonesia jatuh ke tangan China.
"Amerika Serikat akan mendekati negara-negara mana saja yang berhadapan dengan China, termasuk Indonesia. Kita akan mendapatkan banyak tawaran, dan tawaran itu bisa diambil sepanjang untuk kepentingan nasional kita," kata Hikmahanto.
Sementara mantan Kepala BAIS TNI Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto mengatakan, sikap China dalam konflik di LCS, sebenarnya menguntungkan Indonesia, karena China memilih untuk menyelesaikan konflik secara damai.
Hal itu menjadi kesepakatan antara ASEAN dengan China dalam pertemuan di Bali pada 2011 lalu. Sehingga sebagai salah satu negara ASEAN, mau tidak mau Indonesia harus mengikuti kesepakatan itu, begitupun halnya China.
"Jadi mau enggak mau Indonesia harus mengikuti ini, karena kita terikat di situ, itu sudah akan menyelesaikan secara damai," tutup Soleman. [ham]