telusur.co.id - RUU Omnibus Law Cipta Kerja (Cipker) akan menghapus perijinan maskapai bertarif rendah atau Low Cost Carrier (LCC). Kebijakan ini dikhawatirkan akan membahayakan keselamatan penerbangan.

"Dalam RUU Cipker pemerintah mengusulkan penghapusan perijinan LCC. Kami khawatir hal ini akan membahayakan keselamatan penerbangan karena  maskapai bisa beroperasi tanpa perlu mengurus perijinan. Hal ini berpotensi tidak adanya pengawasan dan evaluasi periodik oleh Kemenhub sebagai regulator" Kata Sigit Sosiantomo, anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS). 

Dalam RUU Omnibus Law Cipker, pemerintah mengusulkan penghapusan pasal 99 UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Pasal 99 ini mengatur tentang kewajiban maskapai bertarif rendah untuk mengajukan perijinan. Dan ijin akan diberikan setelah maskapai memenuhi semua syarat yang ditetapkan dalam UU Penerbangan, khususnya dalam aspek keselamatan dan keamanan penerbangan.

"Kami mendukung keberadaan maskapai bertarif rendah karena sangat membantu pergerakan penumpang dan distribusi barang. Tapi, bukan berarti kita harus melonggarkan pengawasan dan perijinannya. Pengawasan dari pemerintah sebagai regulator harus tetap ada guna menjamin keselamatan dan keamanan penerbangan," kata Sigit.

Untuk itu, Sigit menolak penghapusan  perijinan LCC dalam RUU Cipker. Menurutnya, LCC harus tetap diawasi ketat guna menjamin keselamatan dan keamanan penerbangan.

"Kami menolak penghapusan pasal 99 UU Penerbangan dalam RUU Cipker. Pasal 99 harus tetap dipertahankan sebagai kontrol pemerintah terhadap maskapai bertarif rendah agar tetap memenuhi standar pelayanan minimal dan aspek keselamatan serta keamanan penerbangan. Dan harus ada evaluasi periodik untuk maskapai bertarif rendah sebagai mana diatur dalam pasal 99 UU Penerbangan," kata anggota Komisi V asal dapil Jatim I ini. 

Konsep low cost carrier sendiri bukanlah hal baru. LCC pertama kali digunakan oleh maskapai penerbangan asal Amerika Serikat, Pacific Southwest Airlines yang kemudian diadopsi oleh Southwest Airlines, maskapai yang didirikan Rollin King, Lamar Muse dan Herber Kelleher pada 1967 yang berhasil merebut pangsa pasar maskapai- maskapai penerbangan yang sudah mapan pada saat itu.

Dari sana tren atau model bisnis maskapai low cost carrier mulai menyebar dan diadopsi oleh maskapai- maskapai penerbangan di Eropa dan negara lain, termasuk Indonesia.

Meski bertarif murah, LCC tetap harus memenuhi standar pelayanan mininum khususnya dalam aspek keselamatan dan keamanan penerbangan. Karena itu, pengawasan dan evaluasi secara periodik terhadap maskapai bertarif rendah harus diatur dalam UU guna menjamin keselamatan penerbangan tanah air. [ham]