telusur.co.id - Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Alex Indra Lukman menegaskan, untuk mendukung industri pariwisata, proyek reklamasi itu lebih besar mudharat ketimbang manfaat.
Pada setiap proyek reklamasi, urai anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI ini, dampak nyatanya adalah kerusakan pada ekosistem perairan laut. Memperbaikinya perlu waktu lama dan biaya besar.
“Hari ini, pariwisata minat khusus, masih belum digarap secara serius oleh pemerintah seperti Candi Borobudur, Raja Ampat, Pulau Komodo, Mentawai san banyak lagi lainnya,” ungkap Alex dalam pernyataan tertulis, Kamis.
Penilaian ini disampaikan Alex, mendukung aksi massa yang dilakukan ratusan warga Pulau Pari, Kabupaten Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta bersama sejumlah aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat, di kantor Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), Rabu (8/10/2025) kemarin.
Di momen itu, massa mendesak pemerintah mencabut izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) pada pihak swasta, yang dinilai akan membuat ekosistem Pulau Pari jadi rusak berat.
Pulau Pari, salah satu “surga” kecil yang jadi destinasi wisata paling populer di Kepulauan Seribu. Seiring terbitnya PKKPRL oleh KKP itu, keasrian pulau terancam hilang lebih cepat, akibat proyek reklamasi oleh perusahaan swasta ditambah kombinasi krisis iklim dunia.
Pemberian izin PKKPRL itu, nilai Alex, telah membuat Pulau Pari dan warganya menanggung beban berlipat sekaligus mengancam eksistensi pulau ini.
Investasi memang diperlukan tetapi juga harus mempertahankan keotentikan alam Indonesia yang disebut ulama kharismatik asal tanah Minang, Buya Hamka, bak sekeping sorga di bumi.
Karenanya, Alex meminta menteri KKP beserta jajaran, mencermati kembali salah satu misi Asta Cita Presiden Prabowo Subianto yakni pertumbuhan ekonomi yang inklusif, pemerataan pembangunan, serta pelestarian alam dan budaya.
Hal ini sangat penting, terang Alex, mengingat data yang dirilis Badan Informasi Geospasial (BIG) per Desember 2024, Indonesia memiliki 17.380 pulau. Jumlah ini mencakup pulau-pulau yang sudah memiliki nama dan koordinat geografis.
“Jangan sampai, secarik izin PKKPRL ini, Indonesia yang dikenal sebagai zamrudnya khatulistiwa jadi tinggal pemanis kata, karena ekosistem alamnya telah hancur,” tegas Alex. [ham]