telusur.co.id - Polemik proses pemilihan Wakil Bupati Bekasi sisa masa jabatan 2017-2022, masih memanas karena disertai banyaknya gugatan dari pihak-pihak yang belum menerima hasil Pemilihan Wakil Bupati oleh DPRD.
Salah satunya DPD Partai Nasdem Kabupaten Bekasi. Partainya Surya Paloh itu mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) terhadap Ketua DPRD dan Panitia Pemilihan Wakil Bupati Bekasi. Hari ini, Selasa 23 Juni 2020 agenda persidangan memasuki pembacaan putusan sela.
Nyumarno, selalu penerima tugas dari DPRD dan kuasa dari Ketua Panitia Pemilihan Wakil Bupati Bekasi sisa masa jabatan 2017-2022 mengatakan, gugatan perkara PMH Partai Nasdem ini dengan perkara Nomor: 65/Pdt.G/2020/PN.Ckr tertanggal 16 Maret 2020 yang lalu.
"Penggugatnya Pak Rohim Mintareja dan Zuli Zulkifli selaku Ketua dan Sekretaris DPD Partai Nasdem Kabupaten Bekasi," ungkap Nyumarno.
Adapun objek gugatan yang dijadikan dasar penggugat dalam gugatan PMH perkara aquo adalah Surat Keputusan TERGUGAT-I Nomor: 28/KEP/172.2-DPRD/2019 tentang Pembentukan Panitia Pemilihan Wakil Bupati Bekasi Sisa Masa Jabatan 2017-2022, dan Surat Keputusan TERGUGAT-II Nomor: 11/PANLIH/III/2020 tanggal 09 Maret 2020 tentang Penetapan Calon Wakil Bupati Bekasi Sisa Masa Jabatan 2017-2022.
Lebih lanjut Nyumarno mengatakan, sebagai Kuasa Tergugat II, dirinya sudah membantah gugatan ini pada agenda eksepsi dan jawaban tergugat II pada 19 Mei 2020 yang lalu. Karena penggugat secara terang benderang dalam dalil-dalil gugatannya meminta majelis hakim untuk menyatakan Surat Keputusan Tergugat-I cacat hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap.
Ia juga menyatakan Surat Keputusan tergugat-II adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap, yang mana juga disertai dengan tuntutan ganti rugi terhadap tergugat-I dan tergugat-II secara tanggung renteng.
"Hal itu sudah secara tegas saya bantah dalam eksepsi kompetensi absolut, yang mana saya berpendapat permohonan Pancabutan SK DPRD dan SK Panlih ataupun permohonan pengujian sah dan tidak sah/nya, secara yuridiksi pengadilan harusnya diajukan ke PTUN, bukan ke Pengadilan Negeri," terang Nyumarno.
Disitulah, Nyumarno selaku Tergugat, jelas menolak kewenangan majelis hakim perkara menangani dan memeriksa perkara ini. Sesuai dengan ketentuan Pasal 53 UU Nomor 9 tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, sebagaimana diubah terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 51 tahun 2019, kutipan: “Orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau direhabilitasi”.
Kemudian lebih lanjut dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 51 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, kutipan: “Pengadilan adalah pengadilan tata usaha negara dan pengadilan tinggi tata usaha negara di lingkungan peradilan tata usaha negara”
"Itulah yang menjadi dasar Eksespsi Kompetensi Absolut kami selaku Tergugat-II, dan hari ini diputuskan dalam Pembacaan Putusan Sela oleh Majelis Hakim, jadi kami tetap pada pendapat hukum kami, bahwa harusnya gugatan ini diajukan ke PTUN, bukan ke PN Cikarang," pungkas Nyumarno.
Pantauan media di PN Cikarang, Kuasa Penggugat, sampai dengan jam 15.00 WIB, Kuasa Tergugat dari DPRD, dan Kuasa Tergugat Intervensi sudah tampak hadir di PN Cikarang. Menunggu Agenda Sidang Pembacaan Putusan Sela dimaksud.