telusur.co.id - Pengamat politik, Samuel F. Silaen menilai kinerja kepolisian dalam menangani premanisme sangat mengecewakan. Ia mempertanyakan besarnya anggaran dari APBN yang digelontorkan untuk kepolisian, namun fungsi dasar mereka justru tidak berjalan dengan baik.
Menurut Silaen, untuk urusan pribadi dan kelompoknya begitu sigap dalam bentuk pengepungan dan seterusnya, apakah tugas dan fungsi polisi sudah berubah jadi backingnya pihak tertentu. Kalau tugas pokok dan fungsinya gagal, untuk apa mereka digaji dengan anggaran besar?
"Kejadian ini jelas memperlihatkan lemahnya daya tangkal polisi terhadap aksi premanisme. Apakah tugas polisi sekarang sudah berubah menjadi pelindung pertambangan dan dunia malam?" tandas Silaen kepada awak media di Jakarta. Minggu, (29/9/2024).
Silaen juga menyoroti kasus di Hotel Grand Kemang yang baru-baru ini terjadi. Menurutnya, tindakan premanisme yang terlihat vulgar tersebut sangat memalukan bagi Indonesia di mata dunia internasional.
“Hari ini, masih ada aksi premanisme membubarkan acara di hotel, yang merupakan tempat yang seharusnya dilindungi undang-undang," ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa, tindakan tersebut bertentangan dengan hukum dan konstitusi yang menjadi fondasi demokrasi Indonesia. Silaen juga menyarankan polisi untuk mengambil tindakan tegas atau jika tidak, lebih baik digantikan oleh preman yang bergerak lebih cepat.
"Kalau polisi kalah dari preman, buat apa digaji? Lebih baik mereka jadi preman sekalian, dapat angpao dan bergerak lebih cepat," tegas Silaen.
Terkait kasus pembubaran diskusi publik di Hotel Grand Kemang, Silaen menyebutnya sebagai tindakan premanisme yang memalukan di mata dunia internasional.
"Hotel adalah wilayah yang dilindungi undang-undang, tetapi malah jadi tempat aksi premanisme. Ini bisa membuat wisatawan asing takut berkunjung ke Indonesia," bebernya.
Terlepas itu bagian dari orderan oknum yang tidak senang manusia Indonesia di cerahkan otak dan hatinya dari tindakan kezaliman penguasa yang ugal-ugalan dan cenderung barbar dan hal ini bukanlah di jadikan pembenaran dalam negara hukum.
“Perbuatan dan tindakan premanisme sangat bertentangan dengan aturan hukum dan konstitusi yang merupakan fondasi demokrasi Indonesia,” sebut Silaen.
Bila polisi gagal dalam menyelesaikan kasus premanisme yang terjadi pada diskusi publik yang maksud dan tujuannya baik maka lebih baik polisi berganti posisi dengan preman.
"Jika polisi terus gagal dalam menangani premanisme, lebih baik mereka bertukar posisi dengan preman yang bergerak lebih cepat. Mungkin lambannya polisi karena sudah 'kekenyangan' dari makan gaji dari pajak rakyat,” beber tenaga ahli DPR RI 2004-2009 ini. (ari)