Oleh: Emrus Sihombing (Komunikolog Indonesia)
ADANYA usulan mengemuka di ruang publik agar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) di bawah kementerian. Menurut usul tersebut, membentuk sebuah kementerian baru yaitu Kementerian Keamanan Dalam Negeri. Kementerian inilah yang menaungi Polri. Menurut saya, usul ini masih sebatas ide. Karena itu, masih memerlukan penggalian data hingga sampai jenuh.
Selanjutnya melakukan kajian serius, mendalam dan konprehenshif dari aspek konstitusi, hukum, geo politik (lebih khusus geostrategi) Indonesia. Sebab, jika Polri berada di suatu kementerian, maka Polri, suka tidak suka, menjadi subordinat dan kendali langsung oleh menteri yang bersangkutan. Dengan demikian, tak terhindarkan terjadi subyektivitas menteri “mewarnai” tugas pokok kepolisian kita. Polisi sebagai penegak hukum yang independent menjadi sulit diwujudkan.
Muncul pertanyaan lanjutan kritis, bagaimana jadinya kepolisian kita, jika menteri yang menaungi Polri berasal dari sebuah partai politik? Untuk itu, sudah sangat tepat yang berlaku selama ini bahwa Polri berada langsung di bawah Presiden, sehingga Polri dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai sebuah lembaga negara. Dengan demikian, secara kelembagaan, Polri di bawah Presiden pasti lebih kuat dan lebih independent daripada di bawah seorang menteri.
Dari aspek formal, Kepolisian Negara Republik Indonesia selama ini sudah tepat, kuat, dan strategis. Eksistensi kepolisian kita tertuang secara eksplisit pada UUD 1945, Tap MPR Nomor VII Tahun 2000 pasal 6 hingga 10, dan UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Bahkan pada pasal 30 ayat (4), UUD 1945 tegas menyebutkan bahwa, Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.
Berdasarkan berbagai aspek formal di atas, jelas terlihat posisi kelembagaan kepolisian di negara kita sangat kuat dan harus terus dijaga. Jangan sampai Polri kita di bawah sebuah kementerian. Hanya dengan posisi yang sudah ada selama ini, Polri dapat melaksanakan tugas dan kewenangan secara maksimal dan prima dalam rangka memberikan pelayanan kesejahteraan setiap warga negara di bidang keamanan dan ketertiban di seluruh wilayah tanah air.
Oleh karena itu, menurut hemat saya, sangat tidak tepat dan tidak produktif Polri berada di bawah kementerian tertentu. Selain itu, nama lembaga Polri pada ayat (4) tersebut tertulis dengan huruf besar pada setiap awal kata dari “Kepolisian Negara Republik Indonesia”, mengandung makna bahwa posisi Polri sangat strategis dan penting sebagai salah satu organ negara di negeri ini.
Merujuk ayat (4) tersebut, menurut hemat saya, Polri diposisikan sebagai alat negara, bukan alat kekuasaan dari sebuah rezim pemerintahan pada suatu periode tertentu. Juga bukan pula alat politik prakmatis para aktor politik, baik sebagai individu maupun kelompok, termasuk partai politik.
Sebagai alat negara, narasi ayat (4) ini sangat jelas mengandung makna bahwa Polri mempunyai kewenangan penuh di bawah Presiden menjaga keamanan dan ketertiban serta menegakkan hukum di tengah masyarakat, sebagai tugas mulia. Karena itu, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo sangat tepat menggagas Polri yang Presisi (prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan). Polri yang presisi inilah yang dirindukan oleh seluruh rakyat Indonesia.
Dengan prediktif, dapat dimaknai bahwa semua aparat polisi mempunyai kemampuan untuk mengantisipasi segala kebutuhan masyarakat yang terkait dengan tugas pokok polisi yaitu menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.
Dengan demikian, masyarakat akan lebih terlindungi karena aparat polisi sudah lebih awal melakukan langkah antisipasi. Artinya, setidaknya polisi sudah selangkah di depan dari semua kemungkinan yang bisa merugikan masyarakat.
Responsibilitas dapat dimaknai bahwa setiap aparat kepolisian kita memiliki tanggung jawab penuh dalam melaksanakan tugas pokoknya yaitu. menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum. Tanggung jawab ini terwujud dalam tutur kata, sikap, perilaku dalam pelaksanaan tugas kepolisian di tengah masyarakat.
Transparasi berkeadilan dapat dimaknai bahwa setiap aparat polisi memegang prinsip terbuka, akuntabel dan berbasis pada keadilan dalam melakukan tugas pokoknya yaitu menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.
Transparasi berkeadilan bidang komunikasi sebagai teladan, jika sejumlah pihak terkait perkara, semua pihak tersebut disampaikan ke publik dengan menggunakan inisial. Jangan sampai terjadi yang satu disebut inisialnya, yang lain disebut sebagai pihak tertentu, tanpa inisial. Contoh lain, yang satu disebut profesinya, yang lain tidak disebut profesi yang digeluti. (*)