telusur.co.id - Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (PP ISNU) menggelar diskusi panel dengan tema Membangun Ekosistem Crowdfunding untuk Organisasi Berbasis Nilai di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, pada Sabtu (11/10/2025).
Hadir dalam diskusi tersebut, Habib Hussein Ja'far (pendakwah dan sekaligus penggerak konten filantropi), M Ali Yusuf (Ketua Lembaga Kenaziran Badan Wakaf Indonesia), Fitriansyah Agus Setiawan CRFM (Direktur Penguatan Pengumpulan Baznas RI), dan Chaedir Bamualim (peneliti sosial keagamaan)
Sebelum masuk dalam sesi diskusi, Ketua Umum PP ISNU Prof Kamaruddin Amin menegaskan, bahwa salah satu bentuk Crowdfunding ialah wakaf. Potensi wakaf sendiri begitu besar, karena baru 3,5 Triliun wakaf yang terkelola dari Rp 181 T.
“Kita ingin ISNU ini hadir, memberikan manfaaat berdampak dan berfungsi untuk meningkatkan kehidupan masyarakat. ISNU menjadi bermanfaat bagi bangsa dan negara, melalui memaksimalkan potensi Wakaf ini,” tegasnya.
Pembicara pertama, Habib Ja’far, menjelaskan ada beberapa poin yang harus diperhatikan saat ISNU berusaha untuk menggerakkan Crowdfunding. Apa itu? terkait dengan kepercayaan terhadap institusi yang menggerakkan filantropi itu.
“Crorwdfunding itu yang pertama soal kepercayaan. Saya yakin, ISNU sebagai organisasi berbasis akademisi, ini akan lebih mudah menarik kepecayaan orang yang ingin terlibat dalam crowdfunding,” katanya.
Selain itu, lanjut dia, aspek emosional yang dimunculkan, bisa membuat orang tertarik dan bahkan menggebu untuk mengikuti crowdfunding. Kemudian, di tengah era digital, maka yang dibutuhkan selanjutnya ialah algoritma kontennya sehingga membuat orang tertarik untuk ikut.
“Yang terakhir, crowdfunding-nya ISNU nantinya harus bisa berkolaborasi dengan Lembaga lain, sehingga hasilnya bisa lebih maksimal. Misalnya, ISNU nanti menjadi pihak distributornya, karena memiliki program dan member yang sesuai dari crowdfunding yang dikelola,” terangnya.
Sementara itu, M Ali Yusuf membeberkan, ISNU punya modal luar biasa. Bukan hanya lewat zakat, ada juga infak, sedekah, dan wakaf.
Sebagai organisasi yang diisi para akademisi dan sarjana, dia meyakinkan pemahamannya sudah cukup tinggi dan memiliki anggota yang banyak, maka posisinya bisa berkolaborasi dengan BWI, atau badan lain sebagai pendistribusi.
“Jadi, Ayo ISNU berkolaborasi dengan BWI,” tegas Ali Yusuf.
Berkaca pada pernyataan Ketua Umum PP ISNU Prof Kamaruddin Amin yang sekaligus Ketua BWI bahwa ada Rp 181 T lebih potensi wakaf di Indonesia, tetapi ternyata baru 3,5 T yang baru terkelola. Ali Yusuf kemudian mengajak agar dengan kolaborasi ISNU bersama BWI bisa memaksimalkan pendistribusian wakaf ini.
Narasumber lainnya, Fitriansyah Agus Setiawan CRFM dari BAZNAS pun menyebut ISNU yang memiliki SDM besar bisa dioptimalkan. Zakat, lanjut dia, ada Rp 327 Triliun potensinya. Namun, kali inibaru sekitar Rp 40 T zakat yang terkelola.
“Sementara Baznas baru mengelola sekitar Rp 17 T, jadi masih ada potensi besar yang belum terkelola dan ini menjadi gerak Crowdfunding ISNU nanti agar melipatgandakan pengelolaan ini,” tuturnya.
Narasumber terakhir, Chaidir Bamualim menegaskan bahwa Indonesia pernah diminta memimpin filantropi Islam dunia. Karena itu, melihat potensi filantropi ini, Chaedir pun menilai yang lebih penting dampaknya apa.
“Jadi, mulai saja secepatnya, dimulai saja dari anggota ISNU sendiri, manfaatkan dahulu asset member, baru keluar,” ungkapnya.
Setelah diskusi tersebut, kegiatan lanjut dengan MoU ISNU dengan Podcast Kembalinya Kepakaran dan lantas melaunching program Crowdfunding dalam Aplikasi Cendekia+. [ham]