Telusur.co.id -Penulis: Sarah Sabrina Aulia, Ilmu Administrasi Fiskal, Universitas Indonesia.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan salah satu instrumen penting dalam kebijakan fiskal Indonesia. Dalam rangka reformasi perpajakan, pemerintah Indonesia berencana untuk menaikkan tarif PPN dari 11% menjadi 12%, yang akan berlaku mulai 2025. Langkah ini diambil dengan tujuan untuk meningkatkan penerimaan negara dan mendukung pembiayaan pembangunan. Namun, kebijakan ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai dampaknya terhadap harga barang dan jasa, serta pola konsumsi masyarakat Indonesia, terutama di tengah tantangan ekonomi global yang belum sepenuhnya pulih.
Apa Itu PPN dan Mengapa Kenaikannya Direncanakan?
PPN adalah pajak yang dikenakan pada transaksi barang dan jasa yang terjadi antara produsen dan konsumen. Sebagai pajak tidak langsung, PPN dibayar oleh konsumen, namun dipungut dan disetorkan oleh penjual atau penyedia barang/jasa. Tarif PPN saat ini di Indonesia adalah 11%, dan pemerintah berencana untuk menaikkannya menjadi 12% mulai 2025. Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memperbaiki struktur perpajakan dan meningkatkan pendapatan negara, yang sangat dibutuhkan untuk mendanai berbagai program pembangunan, terutama di sektor infrastruktur dan kesehatan.
Dampaknya terhadap Harga Barang dan Jasa
Kenaikan tarif PPN tentu akan berdampak pada harga barang dan jasa. Produsen atau penyedia layanan yang terlibat dalam transaksi akan meneruskan biaya tambahan akibat kenaikan pajak kepada konsumen. Barang-barang kebutuhan pokok seperti bahan pangan, bahan bakar, serta jasa transportasi dan kesehatan, yang selama ini merupakan bagian dari pengeluaran utama masyarakat, akan mengalami kenaikan harga.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi yang terjadi pada 2023 sebagian besar dipengaruhi oleh kenaikan harga barang-barang pokok, yang diperkirakan akan semakin terpicu dengan adanya kenaikan tarif PPN. Selain itu, sektor-sektor lain seperti e-commerce dan pariwisata, yang turut dikenakan PPN, juga akan terpengaruh. Kenaikan tarif PPN dapat menyebabkan perubahan perilaku belanja konsumen, yang mungkin akan lebih selektif dalam memilih barang atau jasa yang akan dibeli.
Bagaimana Masyarakat Akan Merespons Kenaikan PPN?
Masyarakat, terutama dari kalangan menengah ke bawah, kemungkinan besar akan lebih berhati-hati dalam berbelanja. Kenaikan tarif PPN berpotensi mengurangi daya beli masyarakat, terutama bagi mereka yang sudah terdampak oleh inflasi dan kenaikan harga barang lainnya. Seperti yang tercatat dalam laporan Bank Dunia, masyarakat berpendapatan rendah lebih cenderung mengurangi konsumsi barang-barang non-esensial, sementara mereka akan tetap membeli barang-barang pokok yang dibutuhkan sehari-hari.
Kebijakan ini juga dapat memicu pergeseran pola konsumsi, di mana konsumen mungkin akan lebih memilih produk lokal yang lebih terjangkau, daripada barang impor yang dikenakan PPN lebih tinggi. Hal ini dapat mendorong pertumbuhan sektor industri lokal, meskipun dampak langsung pada ekonomi domestik masih perlu dianalisis lebih lanjut.
Langkah Pemerintah untuk Mengurangi Dampak
Dalam menghadapi potensi dampak negatif kenaikan PPN, pemerintah dapat mengambil beberapa langkah mitigasi. Salah satunya adalah dengan memberikan pengecualian atau tarif PPN yang lebih rendah untuk barang-barang esensial seperti pangan, obat-obatan, dan pendidikan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang PPN. Selain itu, bantuan sosial dan subsidi untuk kelompok rentan juga bisa menjadi salah satu cara untuk melindungi daya beli masyarakat yang terdampak.
Peningkatan literasi pajak juga menjadi hal yang sangat penting. Masyarakat perlu diberikan pemahaman mengenai bagaimana pajak berperan dalam pembangunan negara dan kesejahteraan bersama. Dengan pemahaman yang baik, diharapkan masyarakat lebih sadar akan pentingnya kepatuhan pajak meskipun ada kenaikan tarif.