telusur.co.id - Presiden Joko Widodo menginstruksikan agar platform sosial media dan e-commerce seperti TikTok Shop harus dipisahkan. Alasannya, banyak sosmed lainnya yang ingin mengikuti tren TikTok Shop yang menggabungkan antara sosial media dan e-commerce.
"Sudah clear arahan Presiden social commerce harus dipisah dengan e-commerce. Dan ini sudah antre banyak social commerce juga yang mau menjadi punya aplikasi transaksi," kata Menkop UKM Teten Masduki usai rapat terbatas di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (25/9/23).
Karena itu, pemerintah merevisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020 untuk mengatur keberadaan sosial media dan e-commerce.
"Kuncinya di revisi Permendag tadi yang disampaikan oleh pak Mendag," kata Teten.
Melalui revisi ini, pemerintah ingin mengatur platform e-commerce serta produk-produk impor. Sebab, produk-produk impor tersebut dijual dengan sangat murah melalui platform global.
"Jadi tadi ada tiga hal yang kita bahas yang pertama bagaimana mengatur platform, yang kedua bagaimana mengatur arus masuk barang. Karena bukan soal produk lokal kalah bersaing di online atau di offline. Tapi di offline dan di online disebut produk dari luar yang sangat murah dan dijual di platform global," kata dia.
Selain itu, pemerintah ingin mengatur perdagangan yang adil antara sistem offline dan online. Sebab selama ini perdagangan offline sudah diatur secara ketat.
"Ketiga kita lagi mengatur perdagangan yang fair antara offline dan online karena di offline diatur lebih demikian ketat, di online masih bebas," ujarnya.
Lebih lanjut, dalam regulasi ini juga diatur bahwa dalam sekali transaksi produk impor melalui e-commerce minimal senilai 100 dolar AS.
Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi mengatakan, tugas Kominfo adalah mengatur sistem perdagangan secara adil.
Menurut dia, negara harus memberikan perlindungan kepada pelaku UMKM yang terdampak platform sosial media dan e-commerce.
"Jangan barang yang di sana dibanting harga murah, kita klenger," ujarnya.
Selain itu, Budi juga tak ingin kedaulatan data di Indonesia digunakan sebebasnya oleh platform medsos e-commerce tersebut.
"Kedua adalah bahwa kita tidak mau kedaulatan data kita dipakai semena-mena kalau kalau algoritmanya sudah sosial media, nanti e-commerce nanti fintech, nanti pinjol dll, inikan semua platform akan ekspansi berbagai jenis," ujarnya.
Karena itu, pemerintah mengatur keberadaan platform media sosial dan e-commerce melalui revisi Permendag. Media sosial, kata dia, tidak boleh digunakan untuk e-commerce atau kebutuhan perdagangan.
"Sebenarnya ini tengah-tengah antara sosial media dan e-commerce. Jadi platform sosial media tidak boleh berlaku bertindak sebagai platform e-commerce itu aja intinya," kata Budi.[Fhr]