Publik Diingatkan untuk Tak Pilih Mantan Napi Korupsi di Pilkada - Telusur

Publik Diingatkan untuk Tak Pilih Mantan Napi Korupsi di Pilkada

Ilustrasi Pilkada 2020

telusur.co.id - Setelah dugaan pengadaan proyek kambing bernilai Rp 200 juta, selanjutnya dugaan pembangunan proyek gedung DPRD senilai Rp 7,7 miliar viral di publik. Kali ini Aliansi Lembaga Analisis Kebijakan dan Anggaran (ALASKA) kembali menemukan catatan kelam di tubuh Pemerintah Kabupaten Purbalingga (Pemkab Purbalingga) yang dipimpin Dyah Hayuning Pratiwi.

Pada Jumat 25 September 2020 Pemkab Purbalingga memberikan hibah kepada IAIN Purwokerto berupa tanah seluas 170.702 m yang jika dirupiahkan senilai Rp 2,49 miliar. 

"Pemberian hibah ini sangat janggal dan diduga tidak sesuai mekanisme peraturan perundang-undangan," kata Koordinator ALASKA, Adri Zulfianto, Jumat (27/11/20).

Karena itu, ALASKA meminta kepada KPK untuk turun tangan menyelidiki tanah hibah tersebut. 

"KPK harus fokus mengungkap bahwa proses tanah hibah ini belum dapat persetujuan kolektif dari pimpinan Anggota dewan, atau anggota dewan lainnya," ujarnya.

Seharusnya, kata dia, untuk penyaluran hibah tanah seluas 170.702 m, dibahas dan disepakati terlebih dahulu antara Bupati Dyah Hayuning Pratiwi selaku kepala Daerah dengan DPRD Kab. Purbalingga secara kelembagaan dan melalui mekanisme yang sudah diatur.

Jadi, pemberian hibah tanah untuk IAIN Purwokerto adalah kebijakan kelam dari bupati Dyah Hayuning Pratiwi. 

"Sama kelamnya ketika Dyah Hayuning Pratiwi memilih untuk berpasangan dengan Sudono sebagai mantan napi korupsi untuk menjadi pasangannya dalam pilkada 2020. Hal ini jelas sangat bertentangan dan menciderai semangat pemberantasan korupsi di Kabupaten Purbalingga," terangnya.

Sementara Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan, secara prinsip, sulit untuk menerima fakta bahwa daerah dipimpin oleh mantan napi koruptor. Karena bagaimana bisa dia akan menjalankan pemerintahan dengan masa lalunya pernah melakukan korupsi, apa jaminan yang kemudian membuat dia tidak akan membuat hal serupa lagi. 

"Tentu saja itu jadi sulit ketika kemudian dia merasa didukung oleh partai politik pada saat Pilkada ini. Artinya potensi dia mengulangi perbuatannya itu sangat terbuka," ujar Lucius.

Karenanya, kata dia, sangat penting untuk menggunakan waktu yang tersisa sebelum Pilkada ini untuk menyadarkan pemilih akan pentingnya untuk memilih calon-calon yang bukan mantan koruptor, yang track recordnya lebih bersih. 

"Jadi penting untuk menyerukan kepada pemilih, jangan pilih mantan napi koruptor. Karena sekali rakyat membiarkannya, maka kita ikut arus partai politik yang menganggap mantan napi koruptor orang-orang yang layak diberikan tempat dalam panggung politik," bebernya.

Terlebih, lanjut dia, ada pengalaman dimana ada mantan napi koruptor terpilih lagi, dia mengulangi perbuatannya.  

"Oleh karena itu, pemilih atau publik bisa diandalkan untuk memastikan calon-calon yang tidak berintegritas itu tidak terpilih," pungkasnya.

Sebelumnya, Direktur CBA Uchok Sky Khadafi, meminta kepada KPK untuk menyelidiki kasus dugaan penyimpangan pengadaan proyek kambing dan dugaan pembangunan proyek gedung DPRD di Pemkab Purbalingga. [Tp]
 


Tinggalkan Komentar