Putuskan 198 Perkara Sepanjang 2025, DKPP: Jawa Barat Tertinggi - Telusur

Putuskan 198 Perkara Sepanjang 2025, DKPP: Jawa Barat Tertinggi


telusur.co.id - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) telah memutus 198 perkara pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) sepanjang tahun 2025. Jumlah perkara yang diputus ini melibatkan 950 penyelenggara pemilu.

“Per 1 Desember 2025, DKPP telah memutus 198 perkara yang melibatkan 950 penyelenggara pemilu,” kata Ketua DKPP, Heddy Lugito dalam kegiatan pemaparan Laporan Kinerja (Lapkin) DKPP Tahun 2025 di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Senin (8/12/2025).

Menurut Heddy, DKPP telah menerima 308 aduan dari masyarakat sejak Desember 2024 hingga Desember 2025 (per 1 Desember 2025). Dari jumlah tersebut, 210 aduan di antaranya 210 memenuhi syarat verifikasi administrasi. Selanjutnya, hanya 166 aduan yang memenuhi syarat verifikasi materiel sepanjang 2025.

“166 aduan yang memenuhi syarat dalam proses verifikasi materiel ini dilimpahkan menjadi perkara. Jumlah ini juga ditambah dengan 41 aduan yang masuk pada akhir 2024 yang baru dilimpahkan menjadi perkara pada 2025,” ungkap Heddy.

Ia menambahkan, dari 207 perkara pada 2025, baru 198 perkara yang diputus karena terdapat delapan perkara yang diperiksa pada November-Desember 2025.

“Satu perkara dari Sumatera Utara kami tunda pemeriksaannya karena baru-baru ini bencana banjir melanda provinsi tersebut. Delapan perkara yang telah diperiksa akan kami bacakan putusannya pada Januari 2025,” terang Heddy.

Dari 950 penyelenggara pemilu yang diadukan ke DKPP, sebanyak 558 di antaranya direhabilitasi nama baiknya karena tidak terbukti melanggar KEPP. Kemudian 303 lainnya mendapatkan sanksi peringatan atau teguran tertulis. 

Sedangkan sanksi pemberhentian dari jabatan dijatuhkan DKPP kepada delapan penyelenggara pemilu. Untuk sanksi lainnya yakni pemberhentian tetap dijatuhkan kepada 21 penyelenggara pemilu. 

Dari rincian tersebut, Heddy mengajak masyarakat untuk tetap optimis bahwa pemilu Indonesia menuju arah yang lebih baik. Penyelenggara pemilu di semua level atau tingkatan masih memiliki integritas dan profesionalitas yang tinggi. 

“Penyelenggara pemilu yang diadukan ke DKPP, mayoritas direhabilitasi nama baiknya karena tidak terbukti melakukan pelanggaran. Ini bisa menjadi sebuah harapan bagi kita bahwa pemilu ini berada di tangan penyelenggara yang tepat,” ujarnya. 

Menurut Heddy, penyelenggara pemilu yang mandiri dan kredibel merupakan satu dari lima syarat terwujudnya pemilu yang demokratis. Di samping, regulasi kepemiluan yang baik, peserta yang taat aturan/hukum, pemilih yang cerdas dan partisipatif, serta Aparatur Sipil Negara (ASN) atau birokrasi yang netral. 

Heddy menjelaskan, kegiatan Lapkin 2025 merupakan kegiatan rutinitas tahunan DKPP. Pemaparan Lapkin ini diadakan untuk menyampaikan informasi kinerja DKPP dalam menjalankan mandat fungsi penegakan, pencegahan, dan penyelesaian Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) sepanjang tahun ini.

“Informasi ini kami publikasikan sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas DKPP kepada publilk,” jelas Heddy.

Dalam Lapkin 2025, Anggota DKPP, Ratna Dewi Pettalolo, mengungkapkan prinsip yang paling banyak dilanggar oleh penyelenggara pemilu di tahun 2025 adalah profesional (166), akuntabel (114), berkepastian hukum (91), jujur (57), dan adil (27).

Sebaran prinsip yang paling banyak dilanggar menurut wilayah di peringkat pertama ditempati oleh Provinsi Jawa Barat sebanyak (126), secara berurutan posisi berikutnya ditempati oleh Papua (94), Sumatera Utara (88), Papua Tengah (78), dan Sulawesi Tengah (75). 

Berbanding terbalik dengan lima wilayah di atas, sambung Ratna Dewi, Provinsi Bali, Yogyakarta, Kalimantan Barat, dan Jambi, tidak mencatatkan sebaran prinsip yang dilanggar atau nol pada periode yang sama. 

“Jawa Barat ini menjadi salah satu concern DKPP, apa sebenarnya yang terjadi di Jawa Barat? apakah ini bukti kesadaran masyarakat Jawa Barat yang tinggi terhadap pentingnya penyelenggara pemilu yang berintegritas?,” kata Ratna Dewi Pettalolo. 

Berbanding terbalik dengan lima wilayah di atas, sambung Ratna Dewi, di Provinsi Bali, Yogyakarta, Kalimantan Barat, dan Jambi, sebaran prinsip yang dilanggar 

Ratna Dewi menambahkan lembaga yang paling banyak diadukan ke DKPP adalah KPU Kabupaten/Kota (557), Bawaslu Kabupaten/Kota (476), Bawaslu Provinsi (109), Bawaslu Provinsi (100), dan KPU RI (55). 

Sementara itu kategori pelanggaran yang paling tinggi dilakukan penyelenggara pemilu sehingga mendapatkan sanksi dari DKPP kelalaian pada proses pemilu (116), tidak adanya upaya hukum yang efektif (92), dan penyalahgunaan kekuasaan/Konflik kepentingan (67). 

“Ini ada rangkuman perjalanan yang dicatat oleh DKPP selama kurang lebih satu tahun, dengan harapan untuk perbaikan pemilu terutama menyangkut kode etik dan perilaku penyelenggara pemilu,” pungkasnya.[Nug] 


Tinggalkan Komentar