telusur.co.id   -   Suka tidak suka, era revolusi industri 4.0 sudah di depan mata. Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul dengan keahlian dan keterampilan yang mampu mengadopsi perkembangan ilmu dan teknologi (Iptek) terkini diharapkan mampu menjadi penopang utama kebutuhan revolusi industri 4.0 di Indonesia di masa depan.

 

Demikian disampaikan Ketua Kaukus Ekonomi Hijau DPR RI Satya Widya Yudha saat menjadi pembicara dalam _International Conference on Indonesia Development_ (ICID) 2.0 yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Belanda di Erasmus University, Rotterdam,  Pembicara lain yang hadir antara lain Agus Harimurti Yudhoyono (Yudhoyono Institute), Agus Hermanto (Wakil Ketua DPR RI) serta Fikri Cassidy (Wakil Duta Besar RI Belanda).

 

“Pemanfaatan industri 4.0 di Indonesia secara langsung akan meningkatkan Foreign Direct Invesment (FDI), dan ini sangat menguntungkan bagi kita ke depan. Karena itu, dibutuhkan inovasi progresif dalam bidang teknologi informasi agar iklim investasi kita semakin terbuka dan trennya positif,” papar Satya.

 

Wakil Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Golkar tersebut menambahkan, poin utama dalam era industri 4.0 adalah kualitas SDM yang unggul. Pengaplikasian _hight tech_ dalam sektor industri manufaktur berkonsekuensi akan menambah produktivitas, akan tapi juga mengurangi jumlah pekerja. Data United Nations dalam laporan SDGs 2018 disebut, turunnya jumlah pekerja di sektor manufaktur dari 15,3% pada tahun 2000, menjadi 14,2% pada tahun 2018. Bagaimana di Indonesia?

 

“Di Indonesia jumlah pekerja manufaktur dari 2013 berjumlah 14,9 juta, meningkat 17 juta pekerja pada 2018. Kita optimis bahwa pengaplikasian industri 4.0 di Indonesia hingga tahun 2030 mampu meningkatkan PDB (Produk Domestik Brutto) secara signifikan lebih dari 2%, serta kontribusi dari sektor manufaktur mencapai 25% maupun perluasan peluang kerja di industri lebih dari 10 juta tenaga kerja,” jelas Satya.

 

Kekuatiran dampak industri 4.0 yang lebih mengutamakan teknologi dibanding menggunakan tenaga kerja bisa mengakibatkan tingginya angka pengangguran dan kemiskinan, menurut Satya hal ini diambil sisi positifnya yaitu mengembangkan industi kreatif sebesar-besarnya di Indonesia sehingga daya beli masyarakat pun juga terdongkrak.

 

“Keterbatasan serapan tenaga kerja di sektor manufaktur akibat penerapan industri 4.0, bisa dikembangkan sektor industri kreatif yang mampu menyerap pekerja dalam jumlah yang besar. Karena ke depan yang berkembang adalah ‘service sector’, seperti industri kuliner, industri pariwisata, industri fashion dan sebagainya. Ini peluang besar kita, harus maju berinovasi dan kreatif dengan memanfaatkan teknologi informasi digital,” beber Satya.

Laporan : Bambang Tri P