Semangat Kapolri Berantas Premanisme dan Pungli Jangan Sampai Salah Sasaran - Telusur

Semangat Kapolri Berantas Premanisme dan Pungli Jangan Sampai Salah Sasaran

Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo (foto: Humas Polri)

telusur.co.id - Pengamat kepolisian Sahat Dio mengingatkan, Polri agar tak salah menerjemahkan perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait instruksi preman yang melakukan pungutan liar (pungli). Menurutnya, bila Polri salah memaknai, masyarakat yang akan dirugikan. 

"Jangan sampai ada salah persepsi dari perintah itu," ujar Sahat dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (12/6/21).

Jangan sampai, sambung Sahat, polisi justru menangkapi orang-orang yang banyak membantu masyarakat. Pasalnya, ada juga petugas parkir dan 'pak ogah'yang justru dirasa membantu masyarakat.

"Jangan malah orang-orang yang banyak membantu masyarakat dalam menjalani aktivitas kehidupan sehari-hari ini malah diciduk, akibat salah penafsiran perintah itu," katanya.

Menurut Sahat, keberadaan tukang parkir dan 'pak ogah' bukan hanya membantu masyarakat, tapi juga Kepolisian. Karena dengan hadirnya tukang parkir misalnya, kendaraan masyarakat yang diparkir di ruang publik menjadi lebih aman. 

"Jadi lebih terhindar dari korban kejahatan pencurian kendaraan contohnya, atau pencurian helm, spion. Sementara adanya 'pak ogah', membantu pengendara ketika melintas di putaran, pertigaan, atau perempatan dan lokasi lagi lainnya. Calo angkutan umum yang baik yang tak memaksa pun tak sepatutnya ditindak, karena dengan adanya mereka penumpang terbantu agar tak salah jurusan. Mereka juga membantu mengurai kemacetan akibat angkot yang ngetem berhenti terlalu lama, serta membantu pengemudi angkot mencari penumpang, di tengah persaingan dengan ojol yang begitu ketat," paparnya.

Kepolisian, kata Sahat, justru malah diuntungkan dari aktivitas para juru parkir dan 'pak ogah'. Sebab mereka turut meringankan tugas Polri dalam menjaga keamanan dan mengatur lalu-lintas. 

"Jadi keberadaan mereka sesungguhnya juga sangat membantu tugas polisi. Mereka sama saja seperti satpam atau honorer Dishub. Bedanya mereka tak berseragam dan tidak digaji oleh negara, sukarela saja," terangnya.

"Dicek saja, biasanya curanmor yang terjadi itu banyak berlangsung di lokasi minimarket yang tidak ada tukang parkirnya. Benar apa yang dilakukan tukang parkir, 'pak ogah' dan calo angkot pungli, tapi pungli yang baik dan bermanfaat, kira-kira begitu," sambungnya.

Lebih jauh Sahat menilai, tukang parkir liar, 'pak ogah' serta calo angkot, dipandang sebagai wujud kegagalan pemerintah dalam menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat. Sehingga, kurang tepat jika mereka harus menjadi korban dan dipidana, akibat dari salah pemahaman sebuah kebijakan, atau pegawai bawahan yang hanya ingin atasannya senang.

"Apalagi sekarang semakin banyak terkena masyarakat PHK akibat pandemi. Sehingga wajar jika ada atau banyak masyarakat yang kemudian berprofesi sebagai tukang parkir maupun 'pak ogah', karena memang tak ada banyak pilihan. Kalau ada pekerjaan yang lebih baik, saya kira nggak bakal mau mereka berprofesi itu," tuturnya.

Kondisi sosial seperti ini, kata Sahat, yang juga patut diperhatikan polisi. Karena pada hakikatnya hukum itu ada untuk menciptakan rasa keadilan masyarakat, melindungi hak-hak warga.

"Hak hidup, mencari makan kan juga hak warga. Prinsipnya boleh dilakukan penindakan, tapi tetap dipilah, semisal yang kerap memaksa dan mematok tarif tak wajar saja," tandasnya. (Fhr)


Tinggalkan Komentar