Senator Yogyakarya : Cinta Pada Tanah Air Tak Akan Menghalangi Akidah - Telusur

Senator Yogyakarya : Cinta Pada Tanah Air Tak Akan Menghalangi Akidah

Senator asal Yogyakarta, Dr. H. Hilmy Muhammad

telusur.co.id - Senator asal Yogyakarta, Dr. H. Hilmy Muhammad, mengatakan satu di antara kehebatan Indonesia adalah tidak mengamalkan demokrasi mutlak ala Barat, melainkan demokrasi yang juga dirumuskan oleh para ulama yaitu Demokrasi Pancasila. 

Artinya, negara Indonesia mempertahankan nilai-nilai keagamaan, meskipun tidak menyatakan sebagai darul Islam atau negara Islam. 

“Hal itu terlihat dari produk undang-undang yang kita miliki. Ada undang-undang zakat, undang-undang pernikahan, undang-undang pesantren, dan lain sebagainya. Undang-undang tersebut tidak lain diadopsi dari nilai-nilai agama kita. Maka tidak ada alasan untuk menolak 4 Pilar yang sedang kita bicarakan ini. Dan cinta pada tanah air yang telah memfasilitasi kebutuhan keberagamaan kita, tidak akan menghalangi akidah kita,” kata Senator dari Yogyakarta, Dr. H. Hilmy Muhammad, M.A. dalam acara Sosialisasi 4 Pilar MPR RI di Institute Ilmu al-Qur’an (IIQ) An Nur, Ngrukem, Pendowoharjo, Sewon, Bantul.

Empat Pilar yang dimaksud itu adalah Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, Undang-Undang Negera Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai konstitusi Negara serta Ketetapan MPR, Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai bentuk negara, dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan negara.

Hadir pula sebagai pembicara adalah K.H. Yasin Nawawi (Ketua Yayasan IIQ An Nur sekaligus Pengasuh Pondok Pesantren An Nur), Drs. K.H. Heri Kuswanto, M.si. (Rektor IIQ An Nur), Dr. Ahmad Salehudin, M.A. (Dosen Usuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta). 

Proses diskusi dipandu oleh Ustadz H. M. Ihsanuddin, M.Si. (Dekan Fakultas Usuluddin IIQ An Nur). K.H. Yasin Nawawi menyampaikan bahwa prinsip kehidupan berbangsa dan bernegara memiliki tiga ukhuwah. Jika ketiganya dijalankan, memungkinkan negara dalam kondisi aman dan damai.

“Ketiganya adalah ukhuwah wathaniyah, ukhuwah islamiyah, ukhuwah basyariyah. Kalau ukhuwah ini berjalan dengan baik, yang lain akan mengikuti,” kata pengasuh Pondok Pesantren An Nur tersebut.

Meski demikian, perjalanan bangsa ini menuju bangsa yang maju dalam berbagai bidang tidak sepi dari tantangan. Tidak hanya datang dari luar, tantangan juga ada di dalam negeri sendiri. Berbagai tantangan inilah yang kemudian banyak menjadi bahan diskusi.

“Tradisi-tradisi yang sudah ada, bahkan sangat mencerminkan nilai-nilai Pancasila, dibid’ah-bid’ahkan. Seperti kenduri, selamatan, dan lain sebagainya. Tradisi itu sudah ada sejak dulu dan sudah mengalami berbagai akulturasi sehingga diterima masyarakat. Lha kok sekarang diganggu. Ini akibat dari munculnya paham-paham dari luar dan pemahaman masyarakat yang tidak mendalam,” ujar Rektor IIQ An Nur, Heri Kuswanto.

Menyikapi hal tersebut, dosen Fakultas Usuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Ahmad Salehudin, mengusulkan dua hal, yaitu perkuat silaturahmi dan internalisasi nilai-nilai Pancasila.

“Kita ini terdiri dari berbagai suku dan bangsa. Kita diciptakan berbeda-beda agar kita dapat saling mengenal. Dengan memperkuat silaturahim, kita dapat mengikis perbedaan dan perdebatan. Demikian pula dengan nilai-nilai Pancasila, harus kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dan bagi santri, Pancasila sudah mendarahdaging karena perumusnya adalah juga pendahulu kita. Maka bagi santri, Pancasila hanya perlu dikobarkan lagi,” katanya.

Segala perbedaan dan rintangan tersebut, bagi senator yang akrab disapa Gus Hilmy, merupakan proses dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 

“Justru di situlah kita bisa menunjukkan peran. Kita harus menjadi bagian dalam proses tersebut. Tanpa adanya perbedaan dan perdebatan, kita tidak akan semakin dewasa. Kita bisa belajar dari negara-negara lain yang menyatakan negara Islam tapi masih gagal dalam merumuskan falsafah bangsa sehingga terjadi perang saudara. Maka kita patut bersyukur berada di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia,” jelas Gus Hilmy.


Tinggalkan Komentar