Soal Wawasan Kebangsaan, PKB: Kenapa Baru Ribut Sekarang? - Telusur

Soal Wawasan Kebangsaan, PKB: Kenapa Baru Ribut Sekarang?

Anggota MPR RI Fraksi PKB, Yanuar Prihatin. (Foto: telusur.co.id/Bambang Tri)

telusur.co.id - Anggota MPR RI dari Fraksi PKB Yanuar Prihatin mengatakan, wawasan kebangsaan adalah sesuatu yang fundamental, penting dan hakiki untuk Indonesia. Dia mengaku heran kenapa sekarang wawasan kebangsaan diributkan.

"Saya agak aneh,  anehnya wawasan kebangsaan itu adalah  sesuatu yang fundamental, penting,  hakiki untuk Indonesia, tapi kenapa baru ribut sekarang? Ini kan lucu baru ribut sekarang. Ributnya hanya karena kasus KPK,  kira-kira begitu," kata Yanuar dalam diskusi 4 Pilar MPR bertajuk 'Pentingnya Wawasan Kebangsaan bagi ASN' di Media Center Parlemen, Senayan, Senin (7/6/21).

"Padahal ada atau tidak ada kasus KPK,  soal wawasan kebangsaan ini, sesuatu yang harus terus-menerus kita dalami, kita gali dan kita kembangkan bersama," tambahnya.

Anggota Komisi II DPR RI itu menjelaskan, paling tidak ada tiga hal yang bisa digali bersama, pertama, kenapa wawasan kebangsaan diperlukan, khususnya untuk konteks ASN. Kedua, implementasinya bagaimana, dan yang ketiga prospek kebangsaan di tangan para ASN ini seperri apa sebetulnya.

"Jika ada yang bertanya, wawasan kebangsaan itu paling tidak harus dimiliki oleh siapa? Kalau kita ngomong terlalu besar seluruh bangsa Indonesia mungkin terlalu rumit,  tapi paling tidak kita bicara tiga pilar, pertama ASN yang kedua TNI dan ketiga Polri, ini dulu yang fundamen," terangnya.

"Jika fundamen ini runtuh dari wawasan kebangsaan, ya sudah Pak wassalam. Kenapa wassalam? ASN  memegang seluruh kendali soal kaitan dengan pemerintahan, pembangunan, proyek, program dan seterusnya,  kalau ini salah sasaran karena persepsi kebangsaannya tidak pas, maka sudah itu problem besar," tambahnya.

Begitu juga, lanjut dia, akan menjadi problem besar jika wawasan kebangsaan tidak kuat pada TNI dan Polri.

Dia juga menuturkan, di level masyarakat paling tidak dua institusi besar di Indonesia, yakni Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah adalah dua fundamen penting jika berbicara soal wawasan kebangsaan, maka dua organisasi ini mesti diikut sertakan.

"Kita bikin ilustrasi sederhana misalnya,  ketika seseorang ikut tes ASN,  mestinya bisa  ada alat ukur yang lebih objektif, lebih komprehensif untuk mengetes sejauh mana kecenderungan wawasan kebangsaan, dan saya kira itu kita punya para ahli untuk merumuskan itu," paparnya.

Lalu, tambah dia, semakin tinggi jabatan seseorang, bukan berarti wawasan kebangsaan kemudian dikurangi. Karena setiap meningkatnya jabatan dan karir, maka cek and ricek harus selalu ada.

"Jadi kalau dari sudut pandang ini, menurut saya normal-normal saja pegawai KPK yang ingin di-ASN-kan, ingin jadi PNS,  itu mengalami proses yang semacam itu. Jadi kalau  di sini ribut, kita jadi aneh," tandasnya. [Tp]


Tinggalkan Komentar