telusur.co.id - Gerakan aksi besar tahun 1998 menurunkan rezim Soeharto, yang dianggap otoriter memimpin selama 32 tahun, tidak terlepas dari sosok Wahab Talaohu.
Pria yang dikenal lantang sebagai jenderal lapangan saat aksi Semanggi 1 dan. semanggi 2 itu, kini sudah mulai mengubah haluan berpolitik praktis, namun masih dalam koridor kritis dalam berfikir dan bertindak.
Wahab bercerita, dirinya dan para aktivis penggerak aksi yang menelurkan agenda Reformasi 1998, telah menjadi bagian dari fakta sejarah.
"Di tahun 90an waktu kita masih muda kita ini fakta sejarah, dimana pada saat itu yang disebut perubahan atau Reformasi. Hal itukan ada karena faktor substantif, " ujar pria kelahiran Maluku tersebut.
Yang dimaksud faktor substantif kata Wahab adalah, faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal pada saat itu mereka mendapatkan momentum dimana, bangsa dipimpin oleh rezim yang dikatakan diktator otoriter dan fasis.
“Semua dikontrol politik ekonomi oleh Soeharto. Situasi itu membuat saya kritis karena rezim telah merampas kebebasan, hukum tidak pernah ditegakkan, " tegasnya.
Pada saat itu sambung Wahab, pilihannya hanya dua yaitu, tunduk atau bangkit melawan. Sebagai aktivis anak-anak muda tentu ditakdirkan menolak tunduk.
“Kami bangkit melawan. Inilah perjalanan saya dan kawan aktivis 98. Tetap digaris aktivis tidak pernah pensiun sampai akhir hayat tetap kritis mendorong perbaikannya dan perubahan, " paparnya.
Di tahun 98 disaat masih muda para aktivis bergerak karena didorong oleh obligasi moral, untuk melakukan perbaikannya dengan konsekuensi membayar dengan darah dan nyawa untuk sebuah perbaikannya yang disebut Reformasi.
Bahkan, saat aksi besar-besaran tersebut ia dipercaya sebagai jenderal lapangan aksi Semanggi 1 dan 2. Wahab merasa posisi jendedal lapangan bukanlah hal yang mudah, karena menjadi target penembakan, penculikan. Tapi, kepercayaan dari para aktivis lainnya diterima dengan lapang dada. Baginya, kepercayaan tersebut karena tertanamnya naluri kepemimpinan dan keberanian yang dimilikinya.
"Kalau sekarang saya berkiprah dipolitik, belajar di bidang profesional. Sejak 2012, saya duduk sebagai komisaris independen anak perusahaan BUMN,"jelasnya
Komisaris PT Danareksa Finance 2020-2022 itu mengaku, walau sudah berpolitik tetap optimal bersikap kritis. Baginya, sisi politisi dan aktivis dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Bahkan, dunia aktivis yang selama digelutinya, membuat ia menjadi politisi tangguh.
"Politisi yang baik itu harus lahir dari rahim aktivis. Aktivis sebagai basic tentu untuk menjadi politisi yang baik. Karena disanalah ada nilai-nilai yang kita lahirkan. Politisi itu menurut saya harus ada value, itu kita bawa selalu," beber PLT Direktur Utama PT Kliring Indonesia 29 Agustus 2022 hingga 30 September 2022.
Komisari PT Semen Tonasa Indonesia (Persero) 2012-2016 kini duduk sebagai Komisaris independen PT Kliring Berjangka Indonesia.
Tak hanya itu, Direktur Pengembangan dan Kerjasama Universitas Jakarta tersebut, juga mendirikan perkumpulan para aktivis 1998, dengan nama Persaudaraan 98. Bahkan, sekarang ia berkomitmen mengawal pasangan Prabowo-Gibran, menjadi presiden dan wakil presiden 2024-2020.(fie)