telusur.co.id - Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Jakarta Timur (PC PMII Jaktim) menyoal surat suara pemilu yang tercoblos lebih dulu oleh WNI di Taipei, Taiwan.
Hal itu diungkapkan dalam Diskusi publik yang diinisiasi oleh PC PMII Jakarta Timur melalui live instagram milik PC PMII Jakarta Timur @pmiijakartatimur pada Jumat (29/12/23).
Ketua Cabang PC PMII Jakarta Timur Erlangga Abdul Kalam mengungkapkan rasa kekecewaannya terhadap penyelenggara pemilu, baik Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Menurut Erlangga, pelanggaran semacam itu tidak boleh terjadi, karena jelas melanggar prinsip dan menciderai nilai demokrasi. Dirinya mengasumsikan bahwa ada ketidaknetralan penyelenggara pemilu pada pemilu 2024.
"Sebagai civil society (pemilih) yang nanti akan menentukan suara pada pemilu 2024, tentu saya sangat kecewa dengan kasus pelanggaran yang dilakukan oleh KPU. Selain melanggar prinsip dan nilai demokrasi, itu juga mencederai demokrasi kita. Kasus pelanggaran seperti sudah dibuat secara terstruktur," Kata Erlangga.
Erlangga mempertanyakan bagimana bisa pelanggaran pemilu semacam ini bisa terjadi? Ia menduga bahwa bukan tidak mungkin penyelenggara ikut bermain dalam hal ini.
"Sekelas lembaga negara kok bisa kebobolan, ini pasti ada penyelenggara pemilu yang ikut bermain," terangnya.
Mirisnya, kata dia, di tengah kejadian itu dua lembaga penyelenggara pemilu baik KPU maupun Bawaslu bukan bergegas memberikan solusi untuk meningkatkan kembali kepercayaan publik, tapi justru malah berkelit adu panggung.
"Konyolnya Bawaslu dan KPU dalam kejadian ini malah masing-masing cari panggung," ujarnya.
"PC PMII Jakarta Timur mendesak KPU dan Bawaslu untuk segera tuntaskan alokasi logistik pemilu dan manajemen pemilu yang buruk," imbuhnya.
Dalam kesempatan yang sama, pegiat Pemilu dan Demokrasi Hasnu Ibrahim juga menyebut bahwa pemilu yang demokratis, bersih dan bermartabat hanya dapat dihasilkan oleh empat kompenen penting seperti penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu) yang profesional, parpol peserta pemilu yang akrab dengan visi, misi dan gagasan konkrit untuk rakyat, pemilih yang cerdas, dan pemerintah serta alat-alat negara yang tidak cawe-cawe.
"Jika KPU dan Bawaslu nakal dan genit, maka pemilu bersih dan jurdil tidak bisa diharapkan oleh publik. Hal konkrit yang dapat disorot publik hari ini adalah pencoblosan surat suara di luar jadwal yang terjadi di Taiwan," jelas Hasnu.
Padahal, kata Hasnu, kalau mengacu amanat PKPU 25 Tahun 2023 bahwa pendistribusian surat suara di Taiwan itu baru berlangsung tanggal 2 sampai 11 januari.
"Hal ini aneh dan sistematis. Prosedur ditabrak, demokrasi dikebiri, dan konstitusi diacak-acak. Ini kecurangan paling nyata dalam proses pemilu di Indonesia," ujar Hasnu.
Sebagai rakyat, dia meminta Bawaslu tegas dalam mengungkap kasus ini serta membongkar upaya busuk yang dilakukan oleh oknum tertentu dalam konteks manajemen pemilu dan pendistribusian logistik.
Hasnu menuturkan, patut disadari bahwa Taiwan merupakan pemilih luar negeri terbesar kedua setelah Malaysia. Selain itu, Indonesia dan Taiwan tidak punya hubungan diplomatik.
"Ini harus diungkap dan dibongkar oleh Bawaslu. Tidak boleh mandul dan kehilangan jenis kelamin dalam memberikan kepastian hukum terkait problem kejahatan demokrasi serius seperti saat ini," tegas Hasnu
Sementara itu, Divisi Monitoring Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia, Bram AWK mengatakan, apapun alasannya, pendistribusian surat suara di luar jadwal itu sangat fatal.
"Kejadian pendistribusian surat suara di luar jadwal itu sangat fatal. Apapun alasannya, kepatuhan terhadap hukum yang lebih utama dibanding melakukan upaya penyelewengan terhadap hukum," Kata Bram.
Selain itu, Bram menilai fenomena tersebut menunjukkan supervisi KPU dan Bawaslu begitu lemah.
"Fenomena tersebut bukan hanya menunjukan supervisi KPU lemah, melainkan juga Bawaslu. Mubazir itu semua agenda bimtek dan rapat-rapat koordinasi yang anggarannya cukup besar kalau hasilnya malah menciptakan penyelenggara yang melanggar ketentuan," ungkap Bram
Menurutnya, cawe-cawe KPU dan Bawaslu harus diselesaikan lalu beralih ke langkah yang strategis. KPU mengevaluasi sekaligus jika memungkinkan menghukum KPPLN dan Bawaslu fokus kepada pemeriksaan tindak pelanggarannya.
"Kondisi tersebut kian diperparah dengan dibuat bingungnya publik terhadap kriteria surat suara rusak akibat KPU dan Bawaslu berbeda penafsiran. Ini harus disudahi dan beralih ke langkah strategis selanjutnya, yakni KPU mengevaluasi sekaligus jika memungkinkan menghukum KPPLN dan Bawaslu fokus kepada pemeriksaan tindak pelanggarannya. Hal semacam ini seharusnya mudah untuk dieksekusi," bebernya.
Bram mengajak publik dan CSO harus fokus menyuarakan pelanggaran ini dan temuan pelanggaran lainnya. Sehingga, kerusakan pemilu tidak semakin parah terjadi. [Tp]