telusur.co.id - Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie menanggapi kembalinya digugat Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait syarat batas usia minimal calon presiden (capres)-calon wakil presiden (cawapres), ke ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut Jimly Asshiddiqie, jika MK mengabulkan gugatan itu, maka putusannya tak berlaku pada Pemilu 2024.
"Putusan MK itu final dan mengikat, tapi undang-undang yang berubah karena putusan MK, itu kan undang-undang, bisa di-review. Nah, itu contohnya yang mahasiswa itu. Tapi, review itu akan berlaku, kalau berhasil, untuk Pemilihan Umum 2029," kata Jimly saat konferensi pers usai pembacaan putusan MKMK di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (7/11/23).
Diketahui, perkara permohonan uji materi Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengenai syarat batas usia minimal capres-cawapres kembali muncul. Kali ini gugatan itu diajukan oleh Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia Brahma Aryana.
Gugatan Brahma teregistrasi dengan nomor 141/PUU-XXI/2023. Dalam petitumnya, Brahma meminta frasa "Yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah" pada Pasal 169 huruf q UU Pemilu diubah menjadi "Berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan kepala daerah pada tingkat provinsi”.
Jimly menekankan, aturan main terkait syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden untuk Pemilu 2024 telah selesai. Karena itu, dia mengajak masyarakat untuk tidak lagi memperdebatkan aturan main tersebut.
"Mari fokus untuk ke depan. Jadi, undang-undang ya sudah diputus, sudah dilaksanakan implementasinya oleh KPU. Iya, kan? Tinggal besok mereka akan membuat keputusan tentang pengesahan capres-cawapres," katanya.
Di sisi lain, MKMK telah membacakan putusan terkait pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi. Hasilnya, Ketua MK Anwar Usman dinyatakan terbukti melakukan pelanggaran berat dan dijatuhi sanksi pemberhentian dari jabatannya.
Kemudian, tujuh hakim konstitusi dijatuhi sanksi teguran lisan. Tujuh hakim tersebut adalah Manahan M.P. Sitompul, Enny Nurbaningsih, Suhartoyo, Wahiduddin Adams, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, M. Guntur Hamzah, dan Saldi Isra.
Kemudian, hakim konstitusi Arief Hidayat dijatuhi sanksi teguran tertulis dan teguran lisan karena terbukti melanggar etik menyoal pernyataannya di ruang publik yang merendahkan martabat MK.[Fhr]



