telusur.co.id - Direktur Political and Public Policy Studies, Jerry Massie menganggap, film Dirty Vote, yang disutradarai Dandhy Dwi Laksono, merupakan bentuk politisasi film dan tidak murni film dokumenter. Alasannya, film yang diisi sejumlah pakar hukum tersebut lebih banyak berisi narasi yang menyerang paslon Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Dia menduga, film tersebut sengaja dibuat karena ada maksud terselubung.

"Saya pikir film ini menarik tapi dari satu sisi menyerang paslon Prabowo-Gibran. Secara implisit dan implikasinya negatif terhadap Prabowo. Jadi ini sengaja dibuat bukan untuk membuat pemilu bersih," kata Jerry kepada wartawan, Senin (12/2/24).

Apalagi, film Dirty Vote dirilis disaat memasuki masa tenang Pilpres 2024. Selain itu, pihak-pihak yang terlibat dalam film tersebut juga diduga memiliki kedekatan dengan paslon lain. 

"Saya sepakat film ini sebagai pengingat, tapi waktu dan ditayangkan udah dekat masa tenang, kenapa bukan waktu lalu. Dan juga saya lihat seperti Bivitri lebih condong ke capres Anies," ujar dia.

Jerry menduga, film Dirty Vote dibuat sebagai propaganda untuk kepentingan politik mendukung paslon tertentu. Tak menutup kemungkinan, film tersebut sudah ditunggangi oleh kelompok tertentu.

"Kalau ada kerja bareng Mahfud berarti ini film propaganda pemilu. Jadi film Dirty Vote bukan murni film dokumenter yang tak ada unsur keberpihakan, tak ada titipan atau tak ditunggangi. Tapi lebih ke arah politisasi film," ujarnya.

Jerry kemudian mengimbau agar pengawas sekaligus penyelenggara pemilu untuk menindak film Dirty Vote yang terkesan dibuat untuk menjatuhkan Prabowo-Gibran.

Dia juga meminta agar di masa tenang Pilpres 2024 ini, pihak yang bersaing maupun pendukung bisa menahan diri untuk menghindari adanya ketegangan.

"Mari kita tenang sejenak dan berdoa sebelum memilih capres terbaik kita jangan terpengaruh dengan film pesanan tersebut," pungkasnya.[Fhr]