Telusur.co.id - Oleh : Valencia Febriana Widodo (Mahasiswa Universitas Prasetiya Mulya)
Negara maritim dengan beraneka ragam pulau, bahasa, budaya, dan tradisi, itulah Indonesia. Hal ini tentunya menjadi daya tarik Indonesia tersendiri dibanding negara lainnya sekaligus mengundang perhatian pihak asing untuk berwisata ke Indonesia. Salah satu warisan budaya yang ditinggalkan oleh para leluhur adalah Tari Saman (Tarian Seribu Tangan).
Apakah yang terlintas di pikiran Anda ketika mendengar Tari Saman? Pastinya adalah kekompakan dan keunikan setiap gerakan Tari Saman. Tari Saman merupakan suatu tarian adat masyarakat Suku Gayo di Provinsi Aceh yang mengandalkan gerakan tangan, badan, dan kepala penari dengan tempo yang cepat tanpa adanya iringan musik.
Tarian ini biasanya ditarikan untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad ataupun pada acara penting tertentu. Dalam Tari Saman sendiri, terdapat banyak nasihat dan dakwah yang terkandung pada syair yang dinyanyikan oleh para penari Saman sehingga Tari Saman ini memiliki fungsi keagamaan ataupun dakwah. Tidak hanya itu, Tari Saman juga memiliki fungsi hiburan, adat istiadat, integrasi sosial, pelestarian budaya, ekonomi, dan kreativitas.
Sejarah Tari Saman
Uniknya, asal usul keberadaan Tari Saman ini masih belum dapat dipastikan. Ada yang mengatakan bahwa Tari Saman sudah ada sebelum Belanda datang ke Indonesia, sebagaimana terdapat pada kamus Belanda tahun 1907 dan catatan Marcopolo. Di sisi lain, dikatakan bahwa nama Tari Saman diambil dari seorang ulama bernama Syekh Saman yang berhasil mengembangkan agama Islam dengan menggunakan Tari Saman sebagai medianya.
Namun hingga sekarang ini, banyak masyarakat dan sejarawan yang percaya bahwa Tari Saman dibawa oleh Syekh Saman ketika penyebaran agama Islam di Aceh pada abad 16 M.
Gerakan Tari Saman
Selain sejarah, keunikan Tari Saman juga tidak kalah menariknya untuk diketahui. Dulunya, Tari Saman hanya boleh ditarikan oleh kaum pria berjumlah 10 orang saja, namun seiring dengan perkembangan zaman, Tari Saman juga dimainkan oleh kaum wanita. Dalam mekanisme Tari Saman, terdapat 3 bagian gerakan yang ditarikan secara urut, yaitu gerakan pembuka, inti, dan penutup dimana di dalam bagian tersebut terdapat berbagai gerakan lainnya, seperti gerakan tunduk, memukul dada, angguk, singkih, langak, dan sebagainya.
Masing-masing gerakan tersebut juga mengandung makna yang dalam, seperti penghormatan kepada sesama, ungkapan kebahagiaan, pengucapan salam dan doa kepada Allah dengan penuh hormat, sekaligus menjadi pengingat manusia untuk berzikir kepada Tuhan.
Posisi dan Pola Penari Saman
Di samping gerakan, setiap posisi maupun pola formasi para penari Saman juga memiliki makna tersendiri. Posisi tungkuk yang dilakukan penari Saman mengandung makna kerendahan diri umat muslim di hadapan Allah ketika sedang bersujud dan beribadah.
Kemudian, penari Saman juga harus menguasai pola lantai ketika menarikan Tari Saman, seperti pola lantai horizontal dimana pola ini menunjukkan makna bahwa manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan dan membantu satu sama lain. Pola selanjutnya yang terdapat pada Tari Saman adalah pola lantai vertikal yang menunjukkan makna hubungan Tuhan dengan manusia, juga terdapat pola lantai melengkung ataupun huruf Z.
Nilai Tari Saman
Fakta lain yang perlu diketahui mengenai Tari Saman adalah tarian ini mengandung banyak nilai edukatif maupun nilai Pancasila. Adapun nilai-nilai edukatif yang ditunjukkan Tari Saman adalah nilai religius, nilai kesopanan, nilai kekompakan, dan nilai persaudaraan.
Sedangkan nilai Pancasila yang terkandung dalam Tari Saman adalah nilai Ketuhanan dimana nilai ini paling menonjol dan tercermin dalam tarian ini, sebagaimana terlihat dari postur penari Saman yang bersujud ketika menari, seperti seseorang yang sedang berdoa dan bersyukur kepada Allah SWT. Syair dalam Tari Saman juga menggambarkan nilai Ketuhanan karena dalam syair tersebut mengandung ajaran agama Islam yaitu kata “Bismillah” dan “Lailahaillah” yang diucapkan penari sebelum memulai pertunjukkan.
Tari Saman sendiri juga berkaitan erat dengan nilai Kemanusiaan dan Keadilan, yaitu pada pola horizontal Tari Saman dimana para penari berinteraksi dan saling menghormati untuk menciptakan gerakan yang seirama. Pola tersebut juga menggambarkan hubungan manusia yang adil, baik, tanpa diskriminasi. Selanjutnya, kita juga dapat melihat nilai Persatuan dalam Tari Saman, mengingat kunci penting kekompakan dan keberhasilan tarian Saman berada
pada persatuan para penari Saman. Terakhir, pola melengkung pada Tari Saman mengandung nilai Kerakyatan karena melambangkan kerukunan masyarakat dalam suatu desa dimana hal tersebut tidak lepas dari ajaran musyawarah mufakat oleh nenek moyang ketika mengambil keputusan, yang juga menjadi dasar para penari ketika membentuk Tari Saman.
Lantas, Apakah Tari Saman Perlu Dilestarikan?
Melihat keunikan, makna, ataupun nilai berharga yang terdapat pada Tari Saman, maka tidak heran jika kearifan lokal ini dikenal bahkan dipelajari oleh masyarakat mancanegara. Bahkan, Tari Saman juga sudah terdaftar di UNESCO sebagai warisan budaya tak benda pada tanggal 24 November 2011 dimana tanggal tersebut juga dijadikan sebagai Hari Saman. Oleh karena itu, sudah seharusnya kita sebagai masyarakat Indonesia ikut melestarikan Tari Saman sehingga kearifan lokal ini dapat dikenal oleh anak cucu kita nantinya.