telusur.co.id -Tenaga Ahli Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Komersialisasi dan Transportasi Minyak dan Gas Bumi, Satya Hangga Yudha Widya Putra, melakukan kunjungan kerja ke Pertamina Patra Niaga Terminal BBM Ujung Berung, Kota Bandung, Jawa Barat, pada Senin (30/6/2025).
Kunjungan ini bertujuan untuk mengevaluasi dan berdiskusi mendalam terkait kinerja operasional dan teknis terminal penyalur bahan bakar, serta manajemen pasokan dan kualitas, guna memastikan ketersediaan energi yang stabil dan terjangkau bagi masyarakat Indonesia.
Dalam sambutannya, Hangga menekankan pentingnya menjaga ketahanan energi nasional. Ia menyoroti ketergantungan tinggi Indonesia pada bahan bakar fosil, dengan Energi Baru Terbarukan (EBT) yang baru menyumbang 14 persen dari bauran energi nasional.
Satya Hangga Yudha juga mengungkapkan mengenai produksi minyak Indonesia yang berada di sekitar 600 ribu barel per hari, sementara kapasitas kilang mencapai 1 juta barel per hari. "Dari 850 ribu barel (operasi kilang), 750 ribu barel diimpor dalam bentuk BBM jadi," jelasnya.
Berbeda dengan gas, Indonesia masih memiliki surplus, namun untuk LPG, 80 persennya masih diimpor. Ia menggarisbawahi perlunya meningkatkan efisiensi dan kinerja kilang-kilang di Indonesia.
Kunjungan ke Terminal BBM Ujung Berung ini, menurut Hangga, bertujuan untuk memahami proses end-to-end distribusi energi, terutama sehubungan dengan insiden kelangkaan LPG, oplosan, dan masalah tata kelola minyak mentah yang sempat terjadi.
Ia juga menyoroti tingkat stok BBM dan LPG di Indonesia yang hanya berkisar 2-3 minggu, lebih rendah dibandingkan negara lain yang bisa mencapai 6 bulan, menjadikan ini sebagai poin diskusi penting untuk cadangan energi di masa depan, terutama mengingat ketegangan geopolitik global saat ini.
Hangga mengungkapkan, “Terminal BBM Ujung Berung menjadi terminal penting dalam penyediaan dan pendistribusian stok BBM buat Jawa Barat dengan jumlah penduduk lebih dari 50 jt org (17,8% dari total penduduk di Indonesia). Dengan pasokan minyak yang disalurkan melalui pipa dari RU IV Cilacap dan penerapan sistem AI untuk monitoring dan performance evaluation, Terminal BBM Ujung Berung menjadi salah satu terminal yang advanced dan paling ideal di Indonesia. Kami berharap agar QQ (Quality dan Quantity) BBM dari Terminal BBM Ujung Berung dapat dijaga dengan baik dengan kualitas yg selalu (on-spec) untuk masyarakat dan industri.”
Operations Manager Fuel Terminal Bandung Ujung Berung, Debbi Juliana, menyambut Hangga dan tim Kementerian ESDM.
Ia memaparkan profil Terminal BBM Ujung Berung yang memiliki dua lokasi di Ujung Berung dan satu di Padalarang. Terminal Ujung Berung memiliki kapasitas tangki timbun 94.956 KL dan penyaluran harian lebih dari 4.548 KL/hari, sementara Padalarang memiliki kapasitas 57.860 KL dan penyaluran 2.317 KL/hari. Terminal ini disuplai melalui jalur pipa dari kilang Cilacap, menjamin pasokan yang aman.
Mengenai kualitas produk, Group Head Operation Regional Jawa Bagian Barat, Moch. Toriq, menegaskan bahwa produk yang dikirimkan ke terminal Pertamina dari kilang selalu sesuai spesifikasi (on-spec).
"Bahkan produk impor dari kapal hanya dibongkar jika sudah on-spec, setelah melalui berbagai tes laboratorium oleh Pertamina, dengan persetujuan akhir dari Migas," tambahnya.
Operations Manager FT Bandung Ujung Berung, Debbi Juliana, menambahkan bahwa Pertalite tidak memiliki toleransi kandungan air, sedangkan Biosolar memiliki kandungan air maksimal 380 ppm dan saat ini di lokasi mereka 197 ppm, sesuai spesifikasi Migas.
Hangga juga membahas isu kepercayaan publik dan citra Pertamina. Ia mengakui bahwa masyarakat menginginkan kuantitas dan kualitas yang tepat (QQ) untuk bahan bakar, karena kendaraan mereka terdampak langsung.
Ia mencatat bahwa meskipun minyak mentah pipa dapat diperiksa, minyak mentah kapal diperiksa kandungan airnya saat kedatangan, dan jika terlalu tinggi, akan dikembalikan.
Ia menyoroti bahwa ESDM dan pihak eksternal juga memverifikasi spesifikasi minyak.
Ia menekankan bahwa meskipun kualitas BBM sudah on-spec, masalah persepsi publik dapat muncul, berpotensi memengaruhi citra dan bisnis Pertamina, meskipun Pertamina adalah BUMN terbesar dalam hal profitabilitas dan krusial untuk daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal) yang tidak memiliki penyedia lain.
Kunjungan ini diakhiri dengan diskusi mengenai peningkatan kesiapan cadangan strategis minyak dan upaya berkelanjutan Pertamina untuk memastikan distribusi energi yang aman dan berkualitas di seluruh wilayah Indonesia.[Nug]